Kamis 23 Feb 2023 06:12 WIB

Dasar Pertimbangan Polri Putuskan tak Pecat Richard Eliezer

Sidang KKEP memutuskan Richard Eliezer disanksi mutasi-demosi satu tahun.

Bharada Richard Eliezer (kedua kanan) berjalan usai menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di TNCC Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/2/2023). Hasil sidang tersebut memutuskan Bharada E ditetapkan masih menjadi anggota Polri dengan hukuman berupa sanksi administrasi mutasi bersifat demosi selama satu tahun.
Foto:

Richard adalah personel Brimob, mantan ajudan Ferdy Sambo saat menjabat sebagai kadiv Propam Polri. Richard terbukti bersalah di pengadilan karena turut serta melakukan pembunuhan berencana terhadap rekannya sesama ajudan, Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).

Atas vonis tersebut majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (15/2/2023) menghukum Richard selama 1 tahun 6 bulan penjara. Hukuman ringan tersebut melihat peran Richard sebagai saksi-pelaku atau justice collaborator dalam pengungkapan kasus pembunuhan di Duren Tiga 46 tersebut.

Dalam kasus pembunuhan berencana itu terungkap, Richard membunuh Brigadir J atas perintah dari Ferdy Sambo. Karena itu, Ferdy Sambo pun dihukum oleh pengadilan dengan pidana mati. Sambo pun sudah dipecat dari kepolisian dari sidang KKEP.

Pantas atau tidaknya Eliezer kembali berkarier di Korps Bhayangkara sempat menjadi pro-kontra. Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai, meski Eliezer melakukan pelanggaran terbukti ikut dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, kejujurannya menguak kasus tersebut.

"Jadi jangan diberhentikan tidak dengan hormat. Mungkin bisa diberikan sanksi demosi saja kemudian setelah menjalani sanksi dia bisa dikembalikan kepada dinasnya kembali," ujar Sugeng, Jumat (17/2/2023) lalu.

Sugeng mengatakan, mengacu Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 yang kemudian direvisi menjadi Perpol 7/2022, sanksi berat pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) bisa dilakukan untuk personel yang mendapatkan ancaman hukuman pidana tahanan lima tahun dan divonis tiga tahun yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

"Karena Eliezer diputus satu tahun enam bulan berada di bawah empat tahun, maka bagi Eliezer bisa untuk dipertimbangkan untuk dipekerjakan kembali," ujar Sugeng.

Senada dengan IPW, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga berharap Eliezer bisa kembali berkarier di kepolisian. Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto mengatakan, aturan tertulis tentang anggota kepolisian yang terbukti melakukan pidana, dan dijatuhi hukuman penjara di bawah dua tahun, dapat dipertahankan sebagai anggota Polri, sebetulnya tak ada.

"Memang aturan yang mengatakan anggota Polri yang melakukan tindak pidana, dan dijatuhi pidana di bawah dua tahun, itu bisa, atau dapat kembali menjadi anggota di Polri, itu nggak ada. Itu dulu, hanya kebijakan lisan, semacam diskresi di era Pak Tito (Kapolri Jenderal Tito Karnavian). Tetapi aturan tertulisnya itu nggak ada. Sampai sekarang, di era Pak Kapolri (Jenderal) Listyo Sigit, juga nggak ada aturan itu,” ujar Wahyu kepada Republika, Jumat (17/2/2023).

Namun, pertimbangan hakim dalam memberikan vonis untuk Richard tersebut, menurut Wahyu, dapat menjadi acuan bagi Polri untuk tetap mempertahankan Richard. Karena menurutnya, meskipun Richard dikatakan hakim terbukti bersalah turut-serta melakukan pembunuhan sesuai dengan dakwaan dan tuntutan jaksa, hakim juga menyatakan perbuatan Richard melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J itu atas dasar perintah dari Sambo.

“Jadi kami dari Kompolnas merekomendasikan kepada Polri agar terhadap, karena sudah terpidana, terhadap terpidana Bharada Eliezer (Richard) ini, tetap bisa dipertahankan sebagai anggota Polri. Dan tetap bisa kembali ke kepolisian setelah menjalani masa pidananya. Tetapi dengan mekanisme yang prosedural melalui sidang kode etik yang dilaksanakan oleh Propam Polri,” kata Wahyu.

Berbeda dengan IPW dan Kompolnas, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyampaikan konsekuensi jika Bharada Richard Eliezer (RE) tidak dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dan tetap bergabung dengan Polri. Menurutnya, ini akan membuat Polri dinilai sebagai organisasi penegak hukum yang permisif pada tindak pelanggaran hukum oleh anggotanya.

"Di sisi lain, bila tidak dilakukan PTDH artinya Polri sebagai organisasi penegak hukum akan dianggap permisif pada tindak pelanggaran hukum oleh anggotanya," kata Bambang melalui pesan singkatnya, Jumat (17/2/2023).

Bambang melanjutkan, meskipun Eliezer telah jujur dan berperan menguak kasus pembunuhan yang menyeret Ferdy Sambo, tidak menutup fakta jika Eliezer mematuhi perintah atasan untuk menembak Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

"Perintah atasan yang melanggar hukum tentu harus diabaikan karena bukan dalam situasi perang atau operasi keamanan. Artinya, dalam kondisi normal menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan tetap tak bisa dibenarkan pada anggota Brimob sekalipun," ujarnya.

 

photo
Sambo cs Melawan - (Republika/berbagai sumber)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement