Rabu 22 Feb 2023 13:05 WIB

Mencari Solusi Atasi Minimnya Dokter Spesialis di NTB

Masyarakat butuh layanan kesehatan 24 jam, artinya jumlah dokter pun harus bertambah.

ilustrasi dokter. Masyarakat NTB berharap jumlah dokter spesialis bertambah agar pelayanan kesehatan di NTB lebih baik.
Foto:

Akui kekurangan

Kepala Dinas Kesehatan NTB dr. Lalu Hamzi Fikri mengakui bahwa saat ini jumlah dokter spesialis dasar baru terpenuhi 60 persen di rumah sakit umum daerah (RSUD) di seluruh NTB. Dokter spesialis dasar yang dimaksud, yaitu obstetri dan ginekologi (obgin), anak, bedah, dan spesialis penyakit dalam.

Saat ini disebutkan jumlah dokter umum sebanyak 1.519 orang dan dokter spesialis baru 479 orang. Padahal, standar rasio atau idealnya dokter spesialis itu 1:1.000 penduduk.

"Saat ini saja ketersediaan dokter spesialis berdasarkan perbandingan rasio satu orang dokter melayani 19.285 penduduk. Artinya terdapat kekurangan 40 kali dari ketersediaan dokter spesialis," ujar Hamzi Fikri.

Untuk rincian dokter ini, terbanyak di RS di Kota Mataram sebanyak 245 dokter spesialis, RS di Lombok Timur 51 dokter spesialis, RS di Sumbawa 36 dokter spesialis, RS di Lombok Lombok Tengah 32 dokter spesialis, RS di Lombok Barat 32 dokter spesialis, RS di Bima 18 dokter spesialis, RS di Lombok Utara 17 dokter spesialis, RS di Dompu 10 dokter spesialis, RS di Kota Bima 9 dokter spesialis, dan RS di Sumbawa Barat 8 dokter spesialis.

Kemudian Saryankes di Kota Mataram 50 dokter spesialis,di Sumbawa 12 dokter spesialis, di Lombok Barat 2 dokter spesialis, serta Saryankes di Lombok Timur dan Kota Bima masing-masing satu dokter spesialis.

"Apalagi dari Kemenkes saat ini membuka peluang untuk melengkapi dokter spesialis yang kurang di kabupaten dan kota. Jadi, paling tidak ada izin dan dukungan pembiayaan untuk sekolah spesialis. Sekarang empat kali dalam setahun dibuka untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)," kata Hamzi Fikri.

Hamzi Fikri menyatakan ada peluang lagi dari pemda menutup kekurangan dokter spesialis di kabupaten dan kota. Karena, bila tidak tercukupi dalam beasiswa dari Kemenkes maka daerah yang harus menyiapkan.

Ikhtiar tersebut menjadi strategi BTP agar dokter spesialis yang disekolahkan itu ada perjanjian yang ditandatangani agar bisa kembali ke daerahnya. Misalnya, dari Sumbawa dokter yang diberikan rekomendasi kemudian kembali tetap ke daerahnya.

"Jadi ada ikatan dinas atau perjanjian yang ditandatangani," ujarnya.

Sementara itu, untuk pemerataan pihaknya juga mendorong pemda menyiapkan fasilitas penunjang kinerja untuk dokter spesialis.

Pemda, menurut dia, harus menyiapkan insentif dengan standar umum Rp 25 juta sampai Rp 30 juta per bulan. Insentif ini sifatnya stimulus untuk menjawab kelangkaan profesi spesialis dokter. Akan tetapi hal ini kembali lagi dengan kemampuan finansial daerah.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB, Muhammad Nasir, mengatakan, setiap pembukaan perekrutan CASN (calon aparatus sipil negara), formasi dokter spesialis pasti banyak yang tidak terisi. Hal itu terlihat pada saat perekrutan CPNS 2019 dan PPPK Tenaga Kesehatan 2022.

Dalam perekrutan CPNS 2019, belasan formasi dokter spesialis Pemprov NTB tidak terisi karena tidak ada pelamar. Kemudian pada perekrutan PPPK Tenaga Kesehatan 2022, ada puluhan formasi dokter spesialis yang tidak terisi juga dengan penyebab yang sama.

Untuk itu, BKD dan Dinas Kesehatan NTB berkoordinasi dengan dinas lain untuk mencari solusi atasi persoalan ini.

"Kalau kita paksa, formasi dokter spesialis ini tetap tidak ada peminatnya. Kenapa kita tidak terima saja formasi dokter umum, setelah dia masuk jadi ASN kita cari solusinya. Misalnya, berikan beasiswa mereka untuk mengambil program dokter spesialis. Karena, itu jauh lebih hemat," ujar Nasir.

Beasiswa dari pemda tersebut itu akan menarik karena selama ini banyak dokter umum kesulitan melanjutkan pendidikan spesialis akibat terbentur biaya. Belum lagi waktu yang tidak singkat untuk menyelesaikan PPDS.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement