REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) John Irfan Kenway dijadwalkan menghadapi sidang vonis di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Rabu (22/2/2023). Irfan terlilit kasus dugaan korupsi Helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara tahun anggaran 2016.
Irfan merupakan terdakwa tunggal dalam perkara tersebut. Sidang direncanakan dimulai pada pukul 09.00 WIB di ruang Wirjono Projodikoro 1.
"Rabu 22 Februari 2023. Agenda pembacaan putusan," tulis Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Tipikor Jakpus pada Selasa (21/2/2023).
Sebelumnya, JPU KPK menuntut Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) John Irfan Kenway dengan hukuman penjara 15 tahun. Irfan dituntut bersalah dalam kasus pengadaan heli angkut AW-101 untuk TNI AU.
Hal tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (30/1/2023). Selain hukuman penjara, Irfan turut dituntut dengan hukuman denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 177 miliar.
Kasus ini bermula dari TNI AU yang mendapat tambahan anggaran Rp 1,5 triliun di mana salah satu peruntukkannya bagi pengadaan helikopter VIP/VVIP Presiden senilai Rp 742 miliar pada 2015.
Irfan sempat beberapa kali memaparkan produk AgustaWestland (AW) di hadapan petinggi TNI AU. Sehingga Irfan diminta Alm Mohammad Syafei selaku Asrena KSAU TNI membuat proposal harga dari helikopter angkut AW-101.
Namun, Irfan menyarankan pihak TNI AU membuat surat ke perusahaan AW. Belakangan, Head Of Region Southeast Asia Leonardo Helicopter Division Agusta Westland Products, Lorenzo Pariani dan Irfan memberikan proposal itu kepada Syafei.
Syafei menanyakan AW untuk bisa menghadirkan helikopter VIP/VVIP AW 101 untuk diterbangkan pada 9 April 2016 saat HUT TNI AU. Atas permintaan tersebut, Irfan menghubungi Lorenzo agar bisa menyanggupinya.
Pada 14 Oktober 2015, Irfan langsung memesan satu unit heli AW-101 setelah mengetahui TNI AU membutuhkannya untuk ditampilkan pada HUT TNI AU ke-70. Padahal jenis heli yang dipesan merupakan sesuai konfigurasi VVIP pesanan Angkatan Udara India. Bahkan Irfan sudah membayar uang tanda jadi senilai Rp13 miliar kepada AW.
Bukannya untung, Irfan nyaris saja buntung. Sebab Presiden mengarahkan agar kebutuhan heli AW-101 dihitung ulang. Akibatnya, anggaran terkait pengadaan helikopter VIP/VVIP RI-1 diblokir. Atas dasar itu dana pembelian helikopter Rp 742 miliar tak bisa dicairkan.
Namun, mantan KSAU Agus Supriatna melalui Asisten Perencanaan dan Anggaran KSAU TNI (2015-Februari 2017), Supriyanto Basuki yang menggantikan Syafei mengirim surat kepada Kementerian Pertahanan (Kemhan). Isinya perubahan kegiatan pengadaan dari helikopter VVIP RI-1 menjadi helikopter angkut berat. Hal ini disebut upaya agar Irfan tetap menjadi penyedia barang helikopter buatan AW.
Selanjutnya, spesifikasi teknis helikopter AW-101 yang memang ditujukan untuk VVIP justru diubah spesifikasinya menjadi helikopter angkut yang akan diadakan oleh TNI AU. Padahal spesifikasi teknis helikopter angkut AW-101 seri 500 dengan konfigurasi misi angkut berbeda dari spesifikasi teknis helikopter AW-101 seri 600 dengan konfigurasi VVIP.