Selasa 21 Feb 2023 21:10 WIB

Ketua LDNU Sarankan Richard Eliezer tak Kembali ke Polri, Ini Alasannya  

Ketua LDNU menilai Richard Eliezer lebih baik jangan mencederai lagi institusi Polri

Rep: Muhyiddin / Red: Nashih Nashrullah
Richard Eliezer. Ketua LDNU KH Abdullah Syamsul Arifin menilai Richard Eliezer lebih baik jangan mencederai lagi institusi Polri
Foto: Republika/Thoudy Badai
Richard Eliezer. Ketua LDNU KH Abdullah Syamsul Arifin menilai Richard Eliezer lebih baik jangan mencederai lagi institusi Polri

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU), KH Abdullah Syamsul Arifin atau Gus Aab menyarankan agar terpidana kasus pembunuhan Brigadir Yoshua, Bharada Richard Eliezer (RE) tidak kembali ke Polri. 

Karena, menurut dia, Eliezer pada kenyataannya menjadi salah satu eksekutor dalam kasus tersebut. "Kalau memang dalam kode etik kepolisian itu tidak memungkinkan untuk dia kembali lagi karena sudah diberhentikan dengan tidak hormat, terlepas dia mendapatkan keringanan hukum, saya kira akan lebih baiknya dia untuk tidak kembali lagi kepada institusi Polri agar supaya tidak memperkeruh atau tidak menciderai terhadap kesakralan institusi itu," ujar Gus Aab saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (21/2/2023).  

Baca Juga

Gus Aab menjelaskan, isu untuk mengembalikan Eliezer ke Polri itu tergantung pada sidang kode etik kepolisian. Karena, menurut dia, sebelumnya juga sudah dilakukan sidang kode etik terkait dengan beberapa orang yang terlibat didalam pembunuhan berencana terhadap Brigadir Josua Hutabarat. Di antaranya adalah terdakwa Eliezer dan Arif Rachman Arifin. 

"Salah satunya adalah Eliezer termasuk yang menjadi penghambat terhadap proses penegakan hukum. Seperti Arif Rachman Arifin yang kemudian juga mendapatkan hukuman diberhentikan secara tidak hormat dari institusi kepolisian," ucap Gus Aab.  

Dalam kasus ini, menurut dia, Richard Eliezer adalah terdakwa yang menjadi Justice Collaborator yang kemudian mendukung untuk terungkapnya keadilan hukum. Kendati demikian, menurut di, Eliezer juga termasuk sebagai eksekutor. Menurut dia, itu lah nanti yang akan ditimbang dalam sidang kode etik kepolisian.

"Dan terlepas apakah yang dilakukan itu betul-betul di bawah tekanan dan dia tidak punya pilihan, sehingga kemudian dengan perannya untuk mengungkap kasus itu dengan seadil-adilnya dia mendapat apresiasi keringanan hukuman, itulah nanti yang juga akan dilihat ditimbang sesuai dengan kode etik yang ditetapkan," kata Gus Aab. 

Dengan bantuan Eliezer, akhirnya penegak hukum berhasil mengungkapkan aktor intelektual kasus pembunuhan tersebut, yaitu Ferdy Sambo. Namun, menurut Gus Aab, pada kenyataannya Elizer juga  merupakan salah satu eksekutor.  

"Dia (Eliezer) memang sudah diberi kesempatan, tapi namanya orang sudah melakukan pelanggaran, sejauh mana pelanggaran itu dilakukan apakah memang dibawah tekanan atau tidak, itu kemudian telah diputuskan oleh dewan kode etik untuk memberhentikan secara tidak hormat, maka seharusnya itu yang harus dijunjung tinggi," jelas Gus Aab. 

Dia menambahkan, Elizer telah mendapatkan keringanan hukum atas apa yang telah dilakukannya untuk mengungkap kebenaran atau fakta hukum. Namun, menurut dia, jika Eliezer kembali lagi ke polisian, maka akan menciderai keadilan.  

"Jadi untuk kembali lagi saya kira ini akan mencederai atau melukai keadilan. Karena ini nanti akan mengakibatkan hilangnya kesakraralan dari pada institusi polisi," tutupnya. 

Dalam sidang vonis kasus Ferdy Sambo, masyarakat sendiri telah mendukung majelis hakim pengadilan menjatuhkan pidana ringan terhadap terpidana Eliezer. 

Namun, dukungan terhadap anggota Brimob 24 tahun itu tak berhenti di situ. Pascasidang vonis, muncul lagi desakan dari masyarakat agar Polri tidak memecat terpidana Bharada Richard Eliezer (RE) sebagai anggota Polri.  

Pengacara Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak pada Rabu (15/2/2023) lalu juga mendukung Richard untuk tetap melanjutkan karier di kepolisian. Bila perlu, kata dia , Richard disekolahkan untuk meraih prestasi lebih tinggi di kepolisian.  

“Dia masih muda. Masih bisa memperbaiki diri. Bila perlu kita sekolahkan dia untuk bisa menjadi pemimpin polisi,” ujar Kamaruddin. Menurut dia, hukuman pidana satu tahun enam bulan penjara, tak mengharuskan Polri memecat Richard sebagai anggota Korps Bhayangkara," kata Kamaruddin.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement