REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK ) memutuskan menyetop perlindungan terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (E). LPSK tak terima lantaran Eliezer menerima sesi wawancara dengan televisi swasta ketika berada di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.
Eliezer dikenal sebagai terpidana kasus pembunuhan berencana atas Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J). Eliezer berstatus Justice Collaborator dalam perkara ini yang diajukan oleh LPSK dan disetujui Majelis Hakim. Saat ini, Eliezer menjalani masa hukuman di Rutan Bareskrim Polri.
"Pada Kamis 9 Maret 2023 LPSK telah melaksanakan sidang Mahkamah Pimpinan LPSK dengan keputusan menghentikan perlindungan kepada saudara RE," kata Tenaga Ahli LPSK, Syahrial Martanto dalam konferensi pers, Jumat (10/3).
LPSK keberatan dengan tayangan wawancara tersebut karena mengeklaim tak ada pengajuan permohonan ke LPSK. LPSK lantas meminta pihak stasiun televisi jangan menyiarkan wawancara itu.
Belakangan, tayangan itu tetap mengudara. Alhasil, LPSK mengambil sikap menyetop perlindungan Eliezer. Hanya saja, LPSK menjamin hak Eliezer sebagai JC tak berkurang. "Nah penghentian perlindungan tidak kurangi hak narapidana Eliezer sebagai JC. Penghentian perlindungan akan disampaikan tertulis ke Eliezer, Kemenkumham, Ditjen Lapas, Bareskrim, pengacara Eliezer," ucap Syarial.
LPSK menyebut mulanya ada lima jenis perlindungan yang didapat Bharada E. Tapi kini perlindungan berupa perlindungan fisik seperti berbentuk pengawalan melekat di rumah tahanan sudah resmi dicabut LPSK. Adapun pemenuhan hak prosedural, pemenuhan hak JC, perlindungan hukum dan bantuan psikososial masih didapat oleh Eliezer.
Syahrial juga mengungkapkan ada perbedaan pendapat diantara tujuh pimpinan LPSK terkait hal ini. Tapi sebagian besar pimpinan menilai pencabutan perlindungan sudah tepat. "Dalam pengambilan keputusan dimaksud terdapat dua dari tujuh pimpinan menyampaikan pendapat berbeda," ujar Syarial.
Selain itu, LPSK menjelaskan sikap Eliezer yang menerima permohonan wawancara sudah melanggar kesepakatan bersama yang diteken di awal. LPSK meyakini tindakan Eliezer melanggar Pasal 30 ayat 2 huruf c dan Pasal 32 huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 30 menyoal saksi dan korban wajib menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban.
"Bahwa dalam perlindungan LPSK ada UU dijelaskan ada perjanjian yang ditandatangani oleh Eliezer itu sendiri poinnya bahwa tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan risiko bahaya terhadap dirinya, tidak berikan komentar apapun secara langsung tanpa pertimbangan LPSK, tidak terpancing pada situasi yang berkembang terkait dirinya," ujar Tenaga Ahli LPSK Rully Novian.
Diketahui, Ferdy Sambo dkk divonis bersalah dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Rinciannya, Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup, divonis hukuman mati; Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara, divonis 20 tahun penjara; Kuat Ma'ruf dituntut 8 tahun penjara, divonis 15 tahun penjara; Bripka Ricky Rizal dituntut 8 tahun penjara, divonis 13 tahun penjara; Bharada Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara, divonis 1,5 tahun penjara (tidak mengajukan banding).