REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Desakan agar Polri tak memecat terpidana Bharada Richard Eliezer (RE) sebagai anggota kepolisian terus mengalir. Setelah masyarakat mendukung majelis hakim pengadilan menjatuhkan pidana ringan terhadap anggota Brimob 24 tahun itu, kini, banyak pihak yang meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tetap mempertahankan Richard sebagai anggota Polri. Alasannya karena Richard, hanya dijatuhi hukuman di bawah dua tahun dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).
Komisioner Kompolnas Albertus Wahyurudhanto mengatakan, aturan tertulis tentang anggota kepolisian yang terbukti melakukan pidana, dan dijatuhi hukuman penjara di bawah dua tahun, dapat dipertahankan sebagai anggota Polri, sebetulnya tak ada. “Itu dulu, hanya kebijakan lisan, semacam diskresi di era Pak Tito (Kapolri Jenderal Tito Karnavian). Tetapi aturan tertulisnya itu nggak ada. Sampai sekarang, di era Pak Kapolri (Jenderal) Listyo Sigit, juga nggak ada aturan itu,” ujar Wahyu kepada Republika, Jumat (17/2/2023).
Dalam kondisi nomal, menurut Wahyu, mengacu pada Peraturan Polri (Perpol) 7/2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik (KEP dan KKE) Polri, dengan sangkaan pidana berat yang dihadapi Richard Eliezer, bisa dipastikan karier Richard di kepolisian tamat, dengan status akhir Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau dipecat.
Tetapi kata Wahyu, fakta hukum yang terjadi, majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Richard, 1 tahun 6 bulan. Kata Wahyu, dalam pertimbangan putusan, majelis hakim, menetapkan Richard sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus pembunuhan berencana di Duren Tiga 46 itu. Richard adalah terdakwa sekaligus saksi-pelaku yang bekerjasama mengungkap terang kasus pembunuhan berencana yang dilakoni oleh atasannya, Ferdy Sambo.
Pertimbangan hakim dalam memberikan vonis untuk Richard tersebut yang dapat menjadi acuan bagi Polri untuk tetap mempertahankan Richard. Menurutnya, meskipun Richard dikatakan hakim terbukti bersalah turut-serta melakukan pembunuhan sesuai dengan dakwaan dan tuntutan jaksa, namun hakim menyatakan perbuatan Richard itu atas dasar perintah dari Ferdy Sambo.
Richard Eliezer, menurut Wahyu, memang masih memungkinkan untuk dipertahankan sebagai anggota Polri. Perannya dalam mengungkap kasus Ferdy Sambo ini sangat penting sejak proses penyidikan. Kesaksian, maupun pengakuan Richard sejak dari tersangka, dan terdakwa di persidangan yang membuat kasus pembunuhan berencana Brigadir J itu terungkap dalang utama, dan para pelakunya.
Jika peran Richard Eliezer sebagai saksi-pelaku yang bekerja sama membuat majelis hakim memberikan penghargaan, dengan hanya menjatuhkan hukuman ringan 1 tahun 6 bulan penjara, maka Polri juga bisa memberikan penghargaan berupa kompensasi untuk tak dipecat dari kepolisian.
Meskipun, lanjut Wahyu, Ricahrd tetap harus menjalankan sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) dalam penentuan nasib dan kariernya di kepolisian tersebut. “Jadi kami dari Kompolnas merekomendasikan kepada Polri agar terhadap terpidana Bharada Eliezer (Richard) ini, tetap bisa dipertahankan sebagai anggota Polri. Dan tetap bisa kembali ke kepolisian setelah menjalani masa pidananya. Tetapi dengan mekanisme yang prosedural melalui sidang kode etik yang dilaksanakan oleh Propam Polri,” begitu kata Wahyu.
Wahyu menjelaskan dalam Pasal 107, Pasal 108, dan Pasal 109 Perpol 7/2022 memberikan dasar hukum bagi sidang KKEP untuk menghasilkan keputusan non-PTDH terhadap Richard.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti juga mengharapkan yang sama agar Polri tak memecat Richard dari kepolisian. “Bapak Kapolri sudah menyatakan, peluang Eliezer dapat kembali di kepolisian itu terbuka,” begitu kata Poengky menambahkan kepada Republika, Jumat (17/2/2023).
Namun, dikatakan Poengky, agar institusi tertinggi di kepolisian, tak menjadikan diskresi Kapolri sebagai dasar dalam memutuskan nasib maupun karier Richard nantinya. Poengky mengatakan, Richard tetap harus dibawa ke mahkamah KKEP atas perbuatannya dalam kasus pembunuhan Brigadir J itu. Meskipun dalam sidang kode etik itu nantinya tetap menyatakan Richard melakukan perbuatan yang melanggar kode etik.
Tetapi, lanjut Poengky, Kompolnas berharap, agar vonis dari KKEP tak berujung pada pemecatan. Dipaparkannya, keputusan yang diambil dalam sidang komisi kode etik Polri, pasti akan mempertimbangkan banyak faktor. Selain aspirasi publik, dan saran lembaga-lembaga eksternal, menuutnya, KKEP pasti akan mempertimbangkan putusan pengadilan, termasuk melihat kepangkatan Eliezer, serta melihat perannya dalam membongkar kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua ini.
Siapkan Sidang
Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo, kemarin mengatakan, Divisi Propam Polri sudah menyiapkan sidang etik untuk Richard. Kata dia, sejumlah nama-nama hakim etik dari internal kepolisian sudah diajukan ke Kapolri untuk disetujui.
“Kalau kompisisi hakim (etik) sudah disahkan pimpinan, selanjutnya hakim KKEP akan menentukan kapan sidang KKEP terhadap Bharada RE ini akan dilakukan,” begitu kata Dedi, Kamis (17/2/2023). Hasil sidang KKEP terhadap Richard itu nantinya yang akan memutuskan, apakah anggota, tetap berkarier di kepolisian atau diberhentikan.
Ibunda Richard, Rynecke Alma Pudihang mengatakan, hukuman 1 tahun 6 bulan itu, diharapkan tak menjadi penghambat bagi putranya untuk tetap berkarier di kepolisian. Kata Alma, menjadi anggota Polri, adalah impian Richard sejak lama. Karena itu, sebagai ibu, Alma berharap agar Kapolri tak memecat Richard sebagai anggota kepolisian. “Kalau tentang keinginan, dia (Richard) memang masih ingin tetap bercita-cita di kepolisian. Dia tetap bersemangat untuk melanjutkan cita-citanya jadi anggota Brimob,” begitu kata Alma, Rabu (15/2/2023).
Pengacara Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak, Rabu (15/2/2023) juga mengatakan, mendukung Richard untuk tetap melanjutkan karier di kepolisian. Bila perlu kata Kamaruddin, Richard disekolahkan untuk meraih prestasi lebih tinggi di kepolisian. “Dia masih muda. Masih bisa memperbaiki diri. Bila perlu kita sekolahkan dia untuk bisa menjadi pemimpin polisi,” ujar Kamaruddin. Menurut dia, hukuman pidana 1 tahun 6 bulan penjara, tak mengharuskan Polri memecat Richard sebagai anggota Korps Bhayangkara.