REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko, menjelaskan perihal upaya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan proses pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap lembaganya. Handoko menyampaikan, belum ada temuan dari BPK terhadap BRIN dari pemeriksaan yang sudah dilakukan.
"BPK telah selesai melakukan proses PDTT pada akhir 2022 sebagai bagian dari proses likuidasi DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) pada lima eks entitas lama, yakni Kemristek, BATAN, BPPT, LAPAN, dan LIPI," ujar Handoko lewat keterangan tertulis, Selasa (14/2/2023).
Hingga pekan lalu, BRIN belum menerima Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK. Sebagai bagian dari proses sebelum penerbitan LHP, pada pertengahan Januari 2023 lalu BRIN telah melaksanakan tahap respons untuk mengklarifikasi Konsep Hasil Pemeriksaan (KHP). Dengan demikian, kata dia, secara resmi belum ada temuan dari BPK RI terhadap BRIN.
"Sesuai ketentuan, seharusnya KHP belum dapat menjadi dokumen publik karena masih membutuhkan klarifikasi dari kedua pihak, yakni pemeriksa dan terperiksa," kata dia.
Selain itu, dia juga menjelaskan terkait dengan postur anggaran BRIN untuk Tahun Anggaran (TA) 2023 yang berada di angka Rp 6,388 triliun secara total. Dia menjelaskan, pagu tersebut tidak banyak berubah jika dibandingkan dengan total pagu pada TA 2021 dari lima entitas yang diintegrasikan ke BRIN secara menyeluruh, yaitu Kemristek, BATAN, BPPT, LAPAN dan LIPI.
"Postur anggaran ini tercantum dalam DIPA BRIN TA 2023 yang merupakan dokumen publik yang bisa diakses oleh masyarakat," kata dia.
Dari pagu tersebut, BRIN harus mengalokasikan 64 persennya untuk operasional. Antara lain berisi belanja gaji pegawai dan kebutuhan rutin seperti utilitas berupa listrik, telepon, internet, air; alih daya untuk kebersihan, keamanan, pengemudi; BBM; kendaraan operasional; ATK; belanja berlangganan berupa jurnal, citra satelit untuk kebutuhan nasional; serta pemeliharaan fasilitas perkantoran.
Menurut Handoko, pascaintegrasi lima entitas dan konsolidasi unit litbang dari 72 K/L, manajemen BRIN harus mengelola pegawai sebanyak lebih kurang 15 ribu ASN di 52 lokasi perkantoran dan 100 lokasi non-perkantoran lainnya. BRIN juga harus mendukung operasi tiga reaktor riset, armada kapal riset, armada pesawat penginderaan jauh, dan berbagai infrastruktur riset lainnya.
"Postur BRIN ini sangat kontras bila dibandingkan dengan K/L lain yang memiliki pagu yang serupa tetapi dengan beban jumlah ASN yang jauh lebih kecil, serta tugas dan fungsi yang tidak membutuhkan infrastruktur fisik secara masif," kata Handoko.
Dia menambahkan, sebaliknya, sebagai lembaga riset, BRIN memiliki tugas dan fungsi yang sangat teknis dan harus menanggung berbagai infrastruktur riset yang membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasional sangat besar. Selain itu, BRIN juga berkewajiban untuk memfasilitasi tidak hanya periset BRIN, tetapi juga seluruh periset di Indonesia.
"Anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di BRIN bersumber dari pendapatan kerja sama dengan pihak eksternal, dan seluruhnya dialokasikan untuk mendukung operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang murni untuk riset. Sehingga saat ini BRIN sudah tidak memakai anggaran rupiah murni (RM) untuk pemeliharaan dan operasional infrastuktur riset," terang dia.
Sedangkan PNBP yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU) Pusyantek BRIN, kata Handoko, sepenuhnya berasal dari mitra pemakai layanan, dan dipakai untuk membiayai pelayanan yang diberikan ke mitra. Anggaran yang bersumber dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) diperuntukkan bagi belanja infrastruktur riset baru yang bersifat produktif dan menjadi investasi aset masa depan.
"Sehingga dari total pagu BRIN, sumber pembiayaan yang berasal dari RM untuk program hanya 21 persen, sebesar Rp 1,310 miliar," tegas dia.
Sesuai arahan presiden yang dituangkan dalam surat Menteri Keuangan Nomor S-1040/MK.02/2022 ke seluruh K/L pada 9 Desember 2022, dilakukan automatic adjustment. Yakni de-facto pemotongan anggaran di depan, untuk mitigasi krisis global pada 2023. Menurut dia, untuk BRIN dikenakan automatic adjustment sebesar Rp 389 miliar yang hanya bisa diambil dari alokasi RM BRIN.
Sehingga secara riil, pagu RM BRIN untuk program tersisa Rp 921 miliar. Alokasi itulah yang kemudian dialokasikan untuk mendukung berbagai program. Termasuk untuk belanja bahan riset bagi para periset BRIN di 12 Organisasi Riset, mobilitas dan pengembangan SDM periset, serta belanja infrastruktur terkait gedung dan instrumen alat riset di luar pembiayaan melalui SBSN dan PHLN.
"BRIN sangat besar mengalokasikan anggarannya untuk infrastruktur riset, karena ini akan menjadi aset produktif dalam jangka panjang. Komponen infrastruktur riset ini adalah biaya tertinggi di hampir semua aktivitas riset," ujar Handoko.
Handoko mengatakan, dengan skema infrastruktur riset yang dibuka untuk semua pihak, dan dikelola secara terpusat, baik operasional dan pemeliharaan, BRIN dapat menyediakan infrastruktur riset bagi semua pihak secara jauh lebih efisien. Menurut dia, upaya tersebut telah berhasil menghilangkan kendala riset utama di Indonesia, yaitu rendahnya critical mass infrastruktur riset.