Kamis 09 Feb 2023 14:55 WIB

Target Pemerintah 2023: Turunkan Angka Stunting Jadi 17 Persen

Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) terbaru angka stunting Indonesia 21 persen.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dinas Kesehatan Kota Batu melaksanakan sosialisasi Isi Piringku yang digelar bersamaan dengan Pelayanan Posyandu di Posyandu Durian, Desa Tulungrejo, Kota Batu. Pemerintah Indonesia menargetkan tahun ini angka stunting anak turun menjadi 17 persen. Kementerian Kesehatan mendesak berbagai pihak untuk menekankan agar angka stunting tidak lagi tinggi di Tanah Air.
Foto: DOK-Diskominfo Kota Batu
Dinas Kesehatan Kota Batu melaksanakan sosialisasi Isi Piringku yang digelar bersamaan dengan Pelayanan Posyandu di Posyandu Durian, Desa Tulungrejo, Kota Batu. Pemerintah Indonesia menargetkan tahun ini angka stunting anak turun menjadi 17 persen. Kementerian Kesehatan mendesak berbagai pihak untuk menekankan agar angka stunting tidak lagi tinggi di Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menargetkan tahun ini angka stunting anak turun menjadi 17 persen. Kementerian Kesehatan mendesak berbagai pihak untuk menekankan agar angka stunting tidak lagi tinggi di Tanah Air.

"Stunting menjadi salah satu target RPJM Pemerintah Republik Indonesia. Kami ingin menurunkan dari 24 persen menjadi 14 persen," kata Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin dalam talk show memperingati Hari Gizi Nasional, Kamis (9/2/2023).

Baca Juga

Sejak tahun lalu, angka stunting diukur setiap tiga tahun sekali, tetapi Pemerintah Indonesia ingin memastikan progresnya dalam satu tahun. 

Ia mencatat, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) terbaru angka stunting Indonesia, yakni 21,6 persen pada 2022. 

"Jika target tahun ini angka stunting turun 17 persen tercapai, target pada 2024, yakni 14 persen kasus stunting di RI bisa terwujud," ucapnya.

Oleh karena itu, Budi meminta agar semua pihak melakukan intervensi yang bertujuan supaya anak tidak stunting. "Harus segera dicek, jangan biarkan anak sampai terkena stunting. Begitu berat badan tidak naik itu sudah harus diintervensi," kata Budi.

Budi mengatakan, masalah stunting bisa dipicu dari keadaan ibu dan anak hingga faktor eksternal lainnya. Faktor eksternal termasuk pola asuh dan lingkungan sedangkan faktor spesifik lainnya, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan seperti kurang gizi dan anemia.

"Pemerintah sudah membuat intervensi tingkat vaksinasi ke balita, yaitu pada imunisasi khususnya kita menambah dua imunisasi baru secara nasional untuk mencegah penyakit pernapasan dan diare," tutur Budi. 

Kementerian Kesehatan, kata Budi, telah menyiapkan sejumlah program, salah satunya yang berfokus pada dua fase yang paling tinggi menyebabkan stunting. Masa stunting paling tinggi, yakni pada masa ibu hamil dan bayi usia 6-24 bulan.

Ketika memasuki fase sebelum bayi lahir atau ketika ibu hamil, Kemenkes akan memberikan intervensi kepada ibu hamil dengan pemberian tablet tambah darah dan asupan gizi yang cukup, terutama protein hewani. 

Sementara pada bayi yang berusia 6-24 bulan, Menkes Budi mengatakan, jenis intervensi yang diberikan melalui pemberian vaksin PCV dan rotavirus yang bisa melindungi bayi dari infeksi berulang. Bagi bayi di bawah usia 6 bulan, ia juga menekankan kebutuhan ASI eksklusifnya terpenuhi.

"Untuk bayi yang teridentifikasi berisiko stunting, harus kita cegah selain dengan imunisasi, adalah dengan protein hewani. Bisa dari telur, ayam, ikan, daging, susu, dan segera diintervensi untuk diukur dengan timbangan,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement