Senin 06 Feb 2023 20:08 WIB

Kasus Baru Gagal Ginjal, BPOM: Investigasi Masih Berlangsung

BPOM menghentikan produksi dan distribusi obat Praxion untuk investigasi gagal ginjal

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Bilal Ramadhan
Praxion buatan Pharos Indonesia. Obat sirop yang mengandung parasetamol ini ditarik sementara dari peredaran karena terkait dengan kasus baru gagal ginjal akut pada anak.
Foto: Dok Pharos Indonesia
Praxion buatan Pharos Indonesia. Obat sirop yang mengandung parasetamol ini ditarik sementara dari peredaran karena terkait dengan kasus baru gagal ginjal akut pada anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan, pihaknya sudah mengeluarkan surat perintah untuk menghentikan sementara obat yang dikonsumsi dua anak di Jakarta, salah satunya Praxion.

Hal itu, menyusul adanya dua kasus baru Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) setelah tidak adanya kasus baru sejak Desember tahun lalu. Menurut BPOM, penghentian sementara ini merupakan tindak lanjut kehati-hatian.

Baca Juga

“Meskipun investigasi terhadap penyebab sebenarnya kasus ini masih berlangsung,” kata BPOM dalam keterangannya di Jakarta, dikutip, Senin (6/2/2023).

Dijelaskan, penghentian itu dilakukan hingga waktu investigasi selesai dilakukan. Menanggapi hal tersebut, industri farmasi pemegang izin edar obat itu diketahui juga telah melakukan voluntary recall (penarikan obat secara sukarela). 

“BPOM telah melakukan investigasi atas sampel produk obat dan bahan baku baik dari sisa obat pasien, sampel dari peredaran dan tempat produksi, serta telah diuji di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN),” jelas BPOM. 

Tak sampai di sana, BPOM juga telah melakukan pemeriksaan ke sarana produksi terkait Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dengan dilaporkannya tambahan kasus baru GGAPA, hingga 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus GGAPA dan satu suspek  yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia. Dari sejumlah tersebut 116 kasus dinyatakan sembuh, sementara enam kasus masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta.  

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, M Syahril, mengkonfirmasi adanya penambahan dua kasus baru Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA). “Penambahan kasus tercatat pada tahun ini, satu kasus konfirmasi GGAPA dan satu kasus suspek,” ujar Syahril di Jakarta, Senin (6/2/2023) di Jakarta.

Menurutnya, dua kasus itu dilaporkan oleh Dinas Kesehatah DKI Jakarta. Berdasarkan pemaparan, satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia 1 tahun, mengalami demam pada 25 Januari 2023, dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion.

Pada 28 Januari, pasien mengalami batuk, demam, pilek, dan tidak bisa buang air kecil (Anuria) kemudian dibawa ke Puskesmas Pasar Rebo, Jakarta, untuk mendapatkan pemeriksaan, dan pada 31 Januari mendapatkan rujukan ke Rumah Sakit Adhyaksa. 

Dikarenakan ada gejala GGAPA maka direncanakan untuk dirujuk ke RSCM. Aral melintang, pihak keluarga disebut menolak dan pulang paksa. Pada 1 Februari, orang tua membawa pasien ke RS Polri dan mendapatkan perawatan di ruang IGD, dan pasien sudah mulai buang air kecil.

Pada 1 Februari, pasien kemudian dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan perawatan intensif sekaligus terapi fomepizole, namun 3 jam setelah di RSCM pada pukul 23.00 WIB pasien dinyatakan meninggal dunia.

Sementara satu kasus lainnya masih merupakan suspek, anak berusia 7 tahun, mengalami demam pada 26 Januari, kemudian mengkonsumsi obat penurun panas sirop yang dibeli secara mandiri.

Pada 30 Januari mendapatkan pengobatan penurun demam tablet dari Puskesmas. Pada 1 Februari, pasien berobat ke klinik dan diberikan obat racikan. Pada 2 Februari dirawat di RSUD Kembangan, kemudian dirujuk, dan saat ini masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta. Pada saat ini sedang dilakukan pemeriksaan  lebih lanjut terkait pasien ini.

Lebih jauh, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menyoroti dua kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang baru di Jakarta. Penambahan itu, terjadi setelah tidak adanya kasus baru sejak awal Desember tahun lalu.

Menyoal adanya kasus itu, pihak dia menyarankan agar masyarakat bisa berkonsultasi pada tenaga kesehatan jika membutuhkan obat. “Jangan beli obat sendiri dulu,” kata Siti.

Menurutnya, para tenaga kesehatan sejauh ini masih menyarankan obat puyer. Terutama, setelah ada berbagai obat yang tidak digunakan dan ditarik oleh BPOM. “Mana yang aman mana yang tidak mungkin bisa merujuk ke BPOM ya, atau ditanyakan (ke nakes) ya,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement