Kamis 13 Mar 2025 21:45 WIB

Hari Ginjal Sedunia, Masyarakat Diajak Deteksi Dini Kesehatan Ginjal

Penyakit Ginjal Kronik tercatat penyebab 4,6 persen kematian global pada 2017.

Dokter merawat pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh.
Foto: ANTARA FOTO/Ampelsaa
Dokter merawat pasien anak penderita gagal ginjal akut di ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day atau WKD) tahun ini mengusung tema ‘Are your kidneys OK? Detect early, protect kidney health’. Hari Ginjal Sedunia jatuh setiap Kamis pada pekan kedua bulan Maret atau pada 13 Maret 2025.

Pada tahun ini, WKD mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk melakukan skrining dan deteksi dini kesehatan ginjal untuk mencegah dan/atau menghambat progresivitas penyakit ginjal. Kampanye difokuskan pada upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya skirining dan deteksi dini penyakit ginjal untuk melindungi kesehatan ginjal.

Baca Juga

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) tercatat sebagai penyebab 4,6 persen kematian global pada 2017. Angka ini diprediksi akan terus meningkat dan PGK diperkirakan akan menjadi penyebab kematian tertinggi ke-5 di seluruh dunia pada 2040.

Hal ini mendorong adanya kebutuhan mendesak untuk mengatasi penyakit ginjal di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi PGK semakin meningkat setiap tahun, bila tidak diobati suatu ketika dapat mengalami gagal ginjal.

"Ginjal memiliki fungsi yang banyak, diantaranya filtrasi toksin, kontrol tekanan darah, produksi sel darah merah, menjaga kesehatan tulang, menjaga kadar mineral dan garam, serta mengatur keasaman darah," kata Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Pringgodigdo Nugroho dalam siaran pers, Rabu (12/3/2025).

Beban global yang besar pada PGK menyebabkan skrining terhadap PGK penting dilakukan. Skrining tertarget dapat menurunkan biaya akibat PGK. Pengobatan PGK secara dini dapat memperlama onset seorang pasien untuk jatuh ke gagal ginjal sehingga penghematan biaya untuk terapi pengganti ginjal akan lebih banyak.

Ketua Umum National Kidney Foundation (NKF) Indonesia Komjen Pol (Purn.) Suhardi Alius menjelaskan NKF Indonesia hadir untuk ikut serta dalam menjaga ginjal sehat di Indonesia. "Salah satu tujuan NKF Indonesia adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan ginjal dalam rangka mencegah dan mengobati penyakit ginjal,” ujarnya.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menjelaskan perilaku yang kurang baik, seperti kurangnya konsumsi cairan serta sedentary lifestyle menjadi salah satu faktor yang berperan menimbulkan terjadinya penurunan fungsi ginjal.

"Sehingga perbaikan pola hidup menjadi penting untuk mencegah terjadinya penyakit ginjal kronik," katanya.

Cek kesehatan gratis merupakan program yang saat ini telah diimplementasi di mana salah satunya melakukan skrining kesehatan ginjal. Pasien dengan diabetes, hipertensi, obesitas dan dislipidemia merupakan target untuk dilakukan skrining kesehatan ginjal ini.

Kebijakan deteksi dini untuk individu yang berisiko harus diterapkan secara nasional untuk mengurangi biaya perawatan kesehatan terkait gagal ginjal dan meningkatkan kualitas hidup.

Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat BPJS Kesehatan Ari Dwi Aryani mengatakan biaya pelayanan kesehatan gagal ginjal terus meningkat setiap tahunnya, bahkan mencapai Rp 11 triliun. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) perlu dimarakkan agar semakin banyak pasien yang dilakukan skrining penyakit ginjal.

"Melalui skrining dan promosi kesehatan tersebut diharapkan angka kejadian penyakit ginjal kronis menurun, sehingga pengeluaran untuk gagal ginjal juga berkurang,” ujarnya.

Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir mengatakan KPCDI hadir untuk melakukan advokasi terkait kebijakan kesehatan dan hak pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis.

"KPCDI juga memiliki inisiatif menyelenggarakan program skrining gratis, pendampingan pasien baru, kampanye kesehatan masyarakat, serta berkolaborasi dengan Pemerintah untuk meningkatkan akses layanan kesehatan ginjal,” katanya.

Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia Esra Erkomay mengatakan percaya mereka memiliki peran penting dalam mendorong hasil yang lebih baik bagi pasien dengan PGK. "Oleh karena itu, Hari Ginjal Sedunia menjadi momen penting untuk menegaskan komitmen kami mendukung deteksi dini dan penanganan PGK di Indonesia," katanya.

Pemeriksaan juga dapat dilakukan di luar lingkungan medis, seperti di balai kota, tempat ibadah, atau pasar, tergantung pada peraturan lokal dan sumber daya yang tersedia. 

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018, prevalensi PGK adalah 0,38 persen. Data registri Pernefri pada 2022 menunjukkan insidensi kumulatif pasien yang menjalani dialisis (cuci darah) 63.498 dan prevalensi kumulatif 158.929.

Penyebab utama gagal ginjal adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) dan kencing manis (diabetes). Tingginya angka gagal ginjal ini tidak hanya menjadi beban bagi pasien dan keluarga, tetapi juga beban bagi negara.

Biaya yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan sangat tinggi. Selama tiga dekade terakhir, upaya pengobatan PGK berpusat pada persiapan dan pemberian terapi pengganti ginjal.

Namun, terobosan terapeutik akhir-akhir ini menitikberatkan pada pencegahan atau menghambat progresivitas dan mengurangi komplikasi seperti penyakit kardiovaskular dan gagal ginjal, yang pada akhirnya memperpanjang kualitas hidup pasien dengan PGK.

Jika dapat terdeteksi secara cepat, maka masyarakat dapat segera melakukan pemeriksaan secara spesifik untuk menurunkan progresivitas penyakit ginjal. Hal ini memperlama pasien dengan penyakit ginjal untuk jatuh ke dalam keadaan gagal ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir yang nantinya membutuhkan terapi pengganti ginjal.

Beberapa populasi yang berisiko tinggi tehadap penyakit ginjal seperti pasien dengan diabetes, hipertensi, penyakit jantung, obesitas, serta riwayat keluarga dengan penyakit ginjal. Hendaknya mereka melakukan pemeriksaan kesehatan ginjal secara dini. Beberapa risiko lainnya meliputi, sebagai berikut.

• Gangguan ginjal akut

• Penyakit ginjal terkait kehamilan

• Penyakit autoimun (seperti lupus eritematosus sistemik atau vaskulitis)

• Kelahiran dengan berat badan lahir rendah atau prematur

• Sumbatan pada saluran kemih

• Batu ginjal yang berulang

• Cacat lahir yang memengaruhi ginjal atau saluran kemih.

Di negara-negara berpenghasilan rendah, penyakit ginjal sering dikaitkan dengan iklim dan cuaca, seperti paparan panas yang berlebihan pada pekerja pertanian, gigitan ular, pencemaran lingkungan, obat-obatan tradisional, infeksi seperti hepatitis B atau C, HIV, dan parasit.

Beberapa tes sederhana yang non-invasif serta hemat biaya untuk populasi berisiko tinggi diantaranya sebagai berikut.

• Pengukuran tekanan darah untuk memeriksa hipertensi.

• Indeks Massa Tubuh (IMT), yang merupakan estimasi lemak tubuh berdasarkan tinggi dan berat badan. IMT dapat dihitung secara mandiri.

• Pemeriksaan urine: Albumin dalam urin (Albuminuria) untuk menilai adanya kerusakan ginjal khususnya rasio albumin-kreatinin urin (uACR) juga dapat menjadi pilihan.

• Pemeriksaan darah:

- Hemoglobin terglikasi (HbA1C) atau glukosa puasa atau glukosa sewaktu untuk memeriksa diabetes tipe 2.

- Kreatinin serum (lebih akurat jika dikombinasikan dengan sistatin C) untuk memperkirakan laju filtrasi glomerulus dan mengevaluasi fungsi ginjal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement