REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat saat ini didorong pemerintah untuk melakukan vaksinasi keempat atau booster kedua. Namun demikian, berdasarkan survei serologi SARS Cov-2 terbaru dari Kemenkes dan FKM UI, menyebut bahwa proporsi penduduk yang mempunyai antibodi SARS Cov-2 pada Januari 2023 mencapai 99 persen.
Lalu, kenapa masyarakat masih harus mendapatkan booster kedua? Kepala BKPK Kemenkes Syarifah Liza Munira mengatakan, angka 99 persen itu merupakan proporsi penduduk nasional yang memiliki antibodi. Namun demikian, kata dia, vaksin booster yang menyebabkan tingginya angka itu belum bisa mencegah transisi virus lainnya, melainkan hanya mencegah keparahan kondisi.
“Jadi apakah masih penting untuk dilengkapi (booster kedua)? Jelas iya,” kata Liza kepada awak media di Kemenkes, Jakarta, Jumat (3/2/2023).
Dia menambahkan, booster kedua selain bermanfaat untuk meningkatkan antibodi lebih jauh, juga bisa mencegah keterparahan. Oleh sebab itu, pihaknya menganjurkan masyarakat bisa mengambil dosis keempat guna merendahkan kedaruratan Covid-19 di Indonesia.
Diketahui, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan dan FKM UI telah mengadakan survei serologi SARS Cov-2 Nasional yang dilakukan setahun secara panel. Hasil dengan waktu pengumpulan pada Januari 2023 ini menyebut, jika ada 99 persen proporsi penduduk dengan antibodi SARS Cov-2. Sero-survei ini diikuti oleh 16.286 responden atau sekitar 94 persen dari target 17.315 responden sero survei pada Juli 2022.
“Jumlah ini naik dari Juli 2022 sekitar 98,5 persen dan Desember 2021 87,9 persen,” kata Liza.
Menurutnya, antibodi kian meningkat pesat setelah ada vaksinasi ketiga atau booster. Secara angka, kata Liza, kadar antibodi pada masyarakat meningkat sekitar 1,5 kali lipat dibanding sebelumnya.
“Kalau Juli 2022 sebesar 2.095, di Januari 2023 meningkat jadi 3.207,” ucapnya.