Jumat 20 Jan 2023 23:38 WIB

Cegah Karhutla, Pemerintah Gunakan Teknologi Hujan Buatan

Musim kemarau kering diprediksi terjadi di beberapa wilayah Indonesia tahun ini.

Petugas pemadam kebakaran melakukan proses pendinginan lahan gambut yang terbakar di Desa Natai Baru, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (2/1/2023). Untuk mencegah karthutla, pemerintah akan menggunakan teknologi modifikasi cuaca. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Ario Tanoto
Petugas pemadam kebakaran melakukan proses pendinginan lahan gambut yang terbakar di Desa Natai Baru, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (2/1/2023). Untuk mencegah karthutla, pemerintah akan menggunakan teknologi modifikasi cuaca. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menggunakan teknologi modifikasi cuaca untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan akibat musim kemarau kering yang diprediksi terjadi pada 2023. Teknologi modifikasi cuaca ini sebelumnya dikenal sebagai teknologi hujan buatan.

"Akhir Februari atau pertengahan Maret, kami sudah mulai operasi, karena biasanya Pak Presiden akan pesan jangan sampai Lebaran ada asap," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya di Jakarta, Jumat (20/1/2023).

Baca Juga

Penerapan teknologi modifikasi cuaca merupakan bagian dari upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan cara pembasahan gambut. Metode itu efektif saat menangani kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada 2020.

Siti mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan; Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.

Berdasarkan data Kementerian LHK, ada 66 titik kebakaran dengan luas 459 hektare yang terjadi pada 11 provinsi di Indonesia terhitung sejak 1 sampai 19 Januari 2023.Pada 2022, luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mencapai 204.000 hektare. Jumlah itu menurun dari tahun 2021, sebanyak 358.000 hektare.

Sebelumnya, BMKG menyatakan bencana kebakaran hutan diprediksi meningkat pada 2023, yang berpotensi sama seperti kejadian pada 2019. Fenomena La Nina yang semakin melemah dan masuk netral menyebabkan curah hujan menurun, sehingga berpotensi menciptakan titik api di kawasan hutan dan lahan.

Bahkan kondisi netral itu sangat dekat hampir berhimpit dengan kondisi El Nino lemah. BMKG memprediksi bahwa curah hujan pada tahun ini mengalami penurunan bila dibandingkan curah hujan tahun 2022 maupun tiga tahun lalu, meskipun saat ini masih puncak musim hujan.

"Ibu Menteri sudah menyampaikan persiapan untuk hal itu (modifikasi cuaca) mulai Maret, Insya Allah itu jauh lebih dini. Hal yang dikhawatirkan April sudah mulai (kemarau), sehingga Maret sudah mulai bergerak," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement