Jumat 20 Jan 2023 19:11 WIB

Kasus Kemenkop UKM, Kompolnas: Pola Pikir Penyidik Harus Sensitif Gender

Kompolnas meminta pola pikir penyidik harus sensitif gender dalam kasus Kemenkop UKM.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti (kiri). Kompolnas meminta pola pikir penyidik harus sensitif gender dalam kasus Kemenkop UKM.
Foto: Republika/Wihdan H
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti (kiri). Kompolnas meminta pola pikir penyidik harus sensitif gender dalam kasus Kemenkop UKM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) berharap gang rape di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) bisa menjadi pelajaran bagi segenap insan polisi soal penerapan keadilan restoratif di kasus kekerasan seksual.

Kompolnas tak ingin kasus kekerasan seksual berujung damai kembali terjadi. Kompolnas berharap kasus ini dapat menjadi pengetahuan bagi para penyidik lainnya yang menangani perkara serupa di Tanah Air.

Baca Juga

"Kompolnas berharap mindset berpikir penyidik harus sensitif gender, dengan melindungi korban perkosaan agar tidak menjadi korban lagi di kemudian hari," kata

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada Republika, Jumat (20/1).

Kompolnas menduga ada kekurangpahaman penyidik dalam menerapkan operasionalisasi keadilan restoratif di kasus Kemenkop UKM. Sehingga Kompolnas merekomendasikan agar Bid Propam dan Wassidik memeriksa Penyidik kasus itu yang sebelumnya telah dihentikan penyidikannya atas dasar restorative justice.

"Perkawinan seperti ini rentan digunakan untuk maksud terselubung menghindarkan diri dari ancaman pidana akibat memperkosa dan potensial menjadikan korban mengalami kekerasan berkali-kali," ujar Poengky.

Kompolnas mengkritisi penghentian penyidikan kasus ini atas dasar Restorative Justice karena beberapa hal. Pertama, perkosaan bukan delik aduan, sehingga meski pelapor mencabut laporan, penyidikan kasus tetap harus berjalan.

Kedua, Restorative Justice tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan kasus kejahatan seksual terhadap Perempuan, apalagi ancaman maksimal kasus perkosaan adalah 12 tahun.

"Ketiga, Polisi sebagai agen perubahan harus mendidik masyarakat, sehingga jika ada keinginan pihak pelapor dan tersangka untuk berdamai dengan cara mengawini Perempuan korban perkosaan," ucap Poengky.

Selain itu, Kompolnas menyambut baik komitmen Polresta Bogor yang akan menindaklanjuti lebih lanjut kasus ini. Kompolnas mendorong penyidik Satreskrim Polresta Bogor untuk menyelesaikan pemberkasan terhadap para tersangka perkara tersebut.

"Penyidik harus melakukan koordinasi intens dengan Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri untuk dapat menindaklanjuti pemberkasan perkara ini hingga ke tahap penuntutan dan persidangan," ucap Poengky.

Poengky juga berharap penanganan oleh Polresta Bogor mendapat supervisi dari Polda Jabar dan Bareskrim. Adapun Kompolnas akan mengawal penanganan kasus ini sebagai pengawas eksternal.

"Untuk mencegah kasus ini terjadi lagi, Kompolnas mengharapkan perlunya dibuat sebuah Pedoman bagi Aparat Kepolisian dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual dengan korban Perempuan dan Anak, serta pelatihan-pelatihan secara berkala agar dapat membuka mindset penyidik untuk sensitif terhadap HAM dan Gender," sebut Poengky.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor menerima mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh tiga orang tersangka kasus gang rape pegawai Kemenkop UKM.

Gugatan praperadilan yang terdaftar dalam Sistem Informasi Penanganan Pengadilan (SIPP) Negeri Kota Bogor dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2022/PN Bgr dan putusannya ditetapkan pada Kamis (12/1). Lewat putusan itu, maka status tersangka kasus kekerasan seksual terhadap ketiganya menjadi gugur.

Diketahui, kasus kekerasan seksual terhadap pegawai perempuan Kemenkop UKM berinisial ND oleh empat rekan kerjanya terjadi pada 6 Desember 2019 yang sempat diusut Polresta Bogor.

Tapi kasus itu terhenti sebelum hasil penyidikan dinyatakan lengkap atau P21 usai keluarga pelaku yang merupakan pejabat Kemenkop UKM mendatangi orang tua korban, meminta berdamai, menikahkan korban dengan salah satu pelaku, hingga mencabut laporan.

Belakangan, kasus ini kembali mencuat usai pelaku yang dinikahkan dengan korban ND meminta bercerai dan menjadi viral, hingga mendapat perhatian dari Kemenko Polhukam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement