REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, Yulce Wenda dan sang putra, Astract Bona Timoramo Enembe menolak memberikan keterangan untuk gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe saat pemeriksaan pada Rabu (18/1/2023). Alasannya, mereka merupakan keluarga inti Lukas, yakni istri dan anak.
"Tim penyidik juga menanyakan kesediaan kedua saksi dimaksud untuk sekaligus diperiksa sebagai saksi dalam berkas perkara penyidikan tersangka LE (Lukas Enembe) dan keduanya menyatakan menolak," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Jumat (20/1/2023).
KPK menghormati pilihan Yulce dan Astract. Di sisi lain, Ali mengatakan, kedua saksi ini bersedia memberikan keterangannya bagi Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka yang merupakan penyuap Lukas.
"Selanjutnya, tim penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait pertemuan tersangka LE dengan tersangka RL (Rijatono) yang membahas proyek pembangunan infrastruktur di Papua," ungkap Ali.
Adapun Lukas diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal, perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe diduga menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK sedang mendalami dugaan ini.