REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap lima orang. Hal ini dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe.
“Sebagai salah satu upaya agar pihak-pihak yang diduga terkait dengan perkara ini dapat kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik, maka KPK melakukan Tindakan cegah bepergian ke luar negeri terhadap lima orang,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (13/1/2023).
Ini juga diakui Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI. Salah satu yang dicegah yaitu istri Gubernur Papua, Yulce Wenda dan empat orang lainnya berpergian ke luar negeri.
"Pertama atas nama Yulce Wenda. Yang bersangkutan aktif dalam daftar cegah dengan masa pencegahan 7 September 2022 sampai dengan 7 Maret 2023," kata Subkoordinator Humas Ditjen Imigrasi Kemenkumham Achmad Nur Saleh di Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Berikutnya, Ditjen Imigrasi mencegah Lusi Kusuma Dewi sejak 8 Desember 2022 hingga 8 Juni 2023 yang juga diusulkan oleh lembaga antirasuah. Selanjutnya, imigrasi mencegah Dommy Yamamoto sejak 15 November 2022 hingga 15 Mei 2023.
Kemudian, pencegahan juga dilakukan itjen Imigrasi terhadap Jimmy Yamatomo terhitung sejak 15 November 2022 hingga 15 Mei 2023. Terakhir, KPK meminta imigrasi mencegah Gibbrael Issaak. Pencegahan itu terhitung sejak 15 November 2022 hingga 15 Mei 2023.
Sebelumnya, KPK menangkap Lukas Enembe di salah satu rumah makan di Jayapura, Papua, Selasa (10/1/2023). Dia ditangkap setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Lukas diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Adapun paket proyek yang didapatkan oleh Rijatono, antara lain, paket multiyears peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp 14, 8 miliar, proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar, dan proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12, 9 miliar.
Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.