REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan Gubernur Papua, Lukas Enembe terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi. Dia ditangkap lembaga antirasuah tersebut pada Selasa (10/1/2023). Penanganan kasus yang menjerat orang nomor satu di Bumi Cenderawasih ini pun memakan waktu yang cukup panjang.
Kasus ini berawal dari 12 laporan hasil analisis yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada KPK tentang dugaan korupsi atau ketidakwajaran penyimpanan dan pengelolaan uang yang jumlahnya mencapai ratusan miliar rupiah. Analisis ini telah diselidiki sejak tahun 2017 lalu.
Dalam hasil analisis itu ditemukan beragam variasi kasus, seperti setoran tunai dan setoran melalui pihak-pihak lain. Salah satu contoh temuan analisis itu, yakni terkait dengan transaksi setoran tunai Lukas di kasino judi senilai 55 juta dolar AS atau setara Rp 560 miliar. Kemudian, PPATK juga menemukan adanya pembelian jam tangan mewah sebesar 55 ribu dolar AS.
KPK kemudian memanggil Lukas untuk diperiksa sebagai saksi pada 12 September 2022 di Mako Brimob Polda Papua. Namun, pemeriksaan perdananya ini batal dilakukan lantaran Lukas tidak hadir dengan alasan sakit.
Pada tanggal 14 September 2022, KPK mengumumkan status Lukas sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Lembaga antirasuah ini juga telah mencegah Lukas bepergian ke luar negeri sejak tanggal 7 September 2022 hingga 7 Maret 2023.
Selanjutnya, penyidik melayangkan surat panggilan terhadap Lukas untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka pada Senin (26/9/2022) di Jakarta. Akan tetapi, Lukas kembali tak memenuhi panggilan ini karena beralasan masih sakit. Di sisi lain, sejumlah tokoh Papua, salah satunya, yakni mantan Panglima Organisasi Papua Merdeka (OPM) Lambert Pekikir meminta Lukas agar patuh terhadap hukum.
Masih dalam pekan yang sama, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mengungkapkan bahwa Lukas pernah melakukan perjalanan ke Filipina, Malaysia, dan Singapura untuk bermain judi di kasino. Sejumlah foto yang menunjukan Lukas tengah bermain kasino pun terungkap ke publik. Namun, pernyataan MAKI dibantah oleh kuasa hukum Lukas, Aloysius Renwarin yang menyebutkan bahwa kliennya bermain judi untuk hiburan.
Karena kerap mangkir pemeriksaan dengan alasan sakit, beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 3 November 2022, Ketua KPK Firli Bahuri mendatangi kediaman Lukas di Jayapura, Papua. Kedatangan Firli tidak sendiri, dia ditemani oleh tim penyidik KPK dan tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Lukas melalui tim kuasa hukumnya juga sempat mengajukan permohonan kepada KPK agar kliennya ini diberikan izin berobat ke Singapura. Sebab, kondisi Lukas dinilai semakin memburuk pada Senin (28/11/2022) dan harus segera menjalani perawatan medis di Negeri Singa itu. Namun, KPK tak mengizinkan Lukas pergi ke luar negeri dengan berbagai pertimbangan.
Pada 5 Januari 2023, penanganan kasus yang menjerat Lukas memasuki babak baru. KPK menahan Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus penyuap Lukas, yakni Rijatono Lakka. Keduanya pun telah resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua.
Kasus ini bermula saat Rijatono mendirikan PT Tabi Bangun Papua yang bergerak di bidang konstruksi pada 2016. Sekitar 2019-2021, dia mulai mengikuti berbagai proyek pengadaan infrastruktur di Pemerintah Provinsi Papua yang saat itu jabatan gubernur Papua diisi oleh Lukas Enembe. Padahal, perusahaan tersebut sama sekali tidak memiliki pengalaman mengerjakan proyek infrastruktur. Sebab, sebelumnya bergerak di bidang farmasi.
Untuk bisa mendapatkan berbagai proyek tersebut, Rijatono diduga melakukan komunikasi, pertemuan, hingga memberikan sejumlah uang sebelum proses pelelangan dilaksanakan agar harapannya bisa dimenangkan. Salah satu pihak yang ditemui Rijatono adalah Lukas Enembe dan beberapa pejabat di Pemprov Papua.
"Diduga kesepakatan yang disanggupi tersangka RL untuk diberikan yang kemudian diterima tersangka LE (Lukas Enembe) dan beberapa pejabat di Pemprov Papua, yaitu adanya pembagian persentase fee proyek hingga mencapai 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN," ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, saat itu.
Adapun paket proyek yang didapatkan oleh Rijatono, antara lain, paket multiyears peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14, 8 miliar. Kemudian proyek multiyears rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar. Lalu proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp 12, 9 miliar.
Setelah terpilih untuk mengerjakan proyek dimaksud, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.
Perjalanan kasus Lukas pun berakhir saat KPK menangkapnya di sebuah rumah makan di Jayapura, Papua, Selasa (10/1/2023). Dia kemudian dibawa ke Jakarta dan menjalani pemeriksaan Kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angakatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto. Penahanan Lukas pun sempat dibantarkan lantaran dianggap dalam keadaan sakit.
Namun, sehari kemudian, KPK langsung meminta keterangan dari Lukas mengenai kasus ini di Gedung Merah Putih KPK. Dengan menggunakan bantuan kursi roda, pemeriksaan dilakukan setelah tim dokter menyatakan kondisi Lukas dapat dimintai keterangan.