Kamis 05 Jan 2023 05:08 WIB

Dilema Jokowi Me-reshuffle Kabinetnya Saat Ini Menurut Analis

Mempertahankan atau mengeluarkan menteri asal Nasdem dinilai jadi dilema Jokowi.

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam suatu rapat kabinet di Istana, Jakarta. Jokowi telah mengungkapkan adanya reshuffle Kabinet Indonesia Maju. (ilustrasi)
Foto:

Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga anggota Komisi IV DPR Djarot Saiful Hidayat mengatakan, perombakan kabinet atau reshuffle merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai presiden. Namun, ia melihat bahwa hal tersebut pasti terjadi, meskipun tak dapat dipastikan kapan.

"Yes, (reshuffle) keniscayaan, kalau menurut saya, itu pasti. Tentang kapan? Ya itu jangan bertanya kepada saya. Ya biasanya Rabu Pon, oh ya, Rabu Pon ya, Rabu Pon itu setiap bulan ada Rabu Pon. Jadi, kita tunggu saja," ujar Djarot di kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (3/1/2022).

Secara khusus, ia menyoroti kinerja Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar yang merupakan mitra koalisinya. Menurutnya, seharusnya keduanya mundur dari Kabinet Indonesia Maju.

"Itu lebih gentle (untuk mengundurkan diri). Ya sebab apa? Sebab, rupanya, mungkin agak tidak cocok dengan kebijakan Pak Jokowi, termasuk yang disampaikan adalah sosok antitesis Pak Jokowi," ujar Djarot.

Dalam mengevaluasi menterinya, ia melihatnya berbasis kinerja. Namun partai tempat kedua menteri tersebut bernaung juga menjadi pertimbangan, mengingat Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres yang kerap disebut sebagai antitesis Presiden Jokowi.

"Satu kinerjanya, dua termasuk partainya. Kalau memang gentle, betul sudah seperti itu (mengundurkan diri), akan lebih baik, untuk menteri menterinya (Nasdem) lebih baik mengundurkan diri," ujar Djarot.

Jika Partai Nasdem bertahan dengan mengusung perubahan, hal tersebut justru dikhawatirkannya bagi Indonesia ke depan. Jika berkuasa, ada peluang besar jika mereka tidak akan melanjutkan apa yang sudah dibangun oleh pemerintahan Jokowi.

"Apa yang dikerjakan Pak Jokowi selama 10 tahun yang sudah seperti ini, ini akan tidak berlanjut kepada masa pemerintahan sesudahnya, siapa pun presidennya. Ini kan yang menjadi pertanyaan kita," ujar Djarot.

Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Johnny G Plate menegaskan bahwa koalisi yang tengah dibentuk pihaknya adalah kerja sama politik untuk 2024-2029. Bukan kerja sama politik yang bertentangan dengan koalisi pemerintahan Presiden Jokowi.

"Ada empat potensi koalisi di dalam koalisi kita saat ini, ini potret real-nya. Bukan hanya dihadapkan koalisi pemerintah dan koalisi yang dibangun Nasdem, tidak," ujar Johnny dalam diskusi yang digelar Indikator Politik Indonesia, Rabu (4/1/2022).

Dalam diskusi tersebut, turut hadir Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Johnny pun kemudian menyampaikan, agar semua pihak menjaga stabilitas politik nasional.

"Kita mengingatkan, potensi koalisi pilpres itu untuk tahun 2024-2029, bukan saat ini. Saat ini kita harus jaga betul soliditas kita, harus jaga kegotongroyongan kita, harus jaga betul stabilitas politik kita, jadi tolong dilihat ini dengan pas ya," ujar Johnny.

Jelasnya, terdapat potensi terbentuknya empat koalisi untuk Pilpres 2024. Potensi keempat koalisi tersebut juga dibentuk dari partai-partai yang saat ini berada dalam Kabinet Indonesia Maju.

Pertama adalah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kedua adalah koalisi antara Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ketiga adalah potensi koalisi antara Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Terakhir adalah PDIP yang telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

"Jangan lupa potensi potret koalisi, saat ini potensi potret koalisi adalah koalisi di dalam koalisi, saat ini potensi potretnya adalah koalisi di dalam koalisi. Mengapa? Karena hanya ada dua partai di luar koalisi (pemerintahan), yang lain semuanya di dalam koalisi," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika itu.

 

photo
Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement