REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Nawir Arsyad Akbar
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah beberapa kali mengungkapkan kemungkinan dirinya melakukan perombakan atau reshuffle Kabinet Indonesia Maju. Namun, menurut analis politik dan Direktur Eksekutif Indonesia Political Power Ikhwan Arif, Jokowi dihadapkan pada pilihan yang cukup dilematis.
"Presiden Jokowi sering dihadapkan pada isu reshuffle kabinet. Kondisi ini yang membuat Presiden Jokowi berada pada posisi dilematis," kata Ikhwan kepada wartawan, Rabu (4/1/2023).
Menurut Ikhwan, ada beberapa alasan Presiden Jokowi berada pada posisi yang cukup dilematis. Pertama, reshuffle kabinet harus berdasarkan pada faktor kinerja, bukan semata-mata power sharing.
"Reshuffle bisa saja terjadi ketika ada menteri yang nilai rapornya merah," ujarnya.
Namun, kali ini, menurut Ikhwan, rencana reshuffle kabinet lebih karena alasan power sharing, di mana muatan politisnya yang cukup kental dalam menyambut Pemilu 2024. Kondisinya sekarang partai politik pendukung pemerintah Jokowi dihadapkan pada isu ketidakharmonisan dalam mendukung kerja-kerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Kekuatan partai politik pendukung pemerintah Jokowi seolah-olah terbelah dua, yang satu melanjutkan titahnya Jokowi, yang lainnya membentuk kerja sama politik dengan partai politik yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintah," katanya.
Terlebih, menurut Ikhwan, saat ini partai pendukung pemerintah yang terbelah dalam menghadapi konstelasi Pilpres 2024, salah satunya Partai Nasdem. Diketahui, saat ini Nasdem mulai menjalin hubungan dengan partai oposisi pemerintah seperti Demokrat dan PKS sebagai bagian dari penjajakan Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (capres).
Di sisi lain, anggota koalisi partai yang pendukung pemerintah tentu memanfaatkan peluang ini, agar jatah kursi untuk partainya di tambah jika ada kader partai lain yang keluar. Perebutan kursi menteri pun diprediksi akan mengguncang stabilitas politik di tengah hangatnya isu Pilpres 2024.
"Saya melihat adanya pergeseran kepentingan politik baru antara sesama partai politik pendukung pemerintah dalam menentukan figur capres di pilpres nantinya," katanya.
Kedua, Nasdem menjadi salah satu pilihan dilematis bagi Presiden Jokowi dalam merombak susunan kabinet. Apalagi, setelah deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden diduga menyebabkan hubungan Nasdem dengan Jokowi mulai dingin sehingga ada yang memanfaatkan peluang ini.
“Perombakan kabinet ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bisa saja posisi menteri diisi oleh partai politik atau di luar partai politik untuk menjaga stabilitas politik di pemerintahan” ujar Ikhwan.
Menurut Ikhwan, Presiden Jokowi secara pribadi tidak terbebani karena tidak lagi maju sebagai capres. Karena sebenarnya tidak hanya Presiden Jokowi, Nasdem tentu dilema dengan pilihan politik yang diambilnya.
"Sebagai partai politik yang mendukung Anies dengan elektabilitas cukup tinggi, tentu menguntungkan bagi partai yang tidak memiliki kandidat capres," katanya.
Pergantian kabinet mungkin saja terjadi dan itu berdampak terhadap Nasdem jika Jokowi punya kepentingan dengan capres pasca-2024. Jika tidak, Nasdem akan tetap menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi sampai 2024.
Sebelumnya, pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai reshuffle menteri dari Partai Nasdem oleh Jokowi akan baik untuk kepentingan demokrasi. Kekuatan oposisi atau penyeimbang pemerintah akan bertambah jika Nasdem dikeluarkan dari kabinet.
"Jokowi memang lebih baik me-reshuffle tiga menteri dari Partai Nasdem. Kalau hal itu terjadi, kekuatan oposisi akan bertambah," kata Jamiluddin, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, Partai Demokrat dan PKS ditambah Partai Nasdem setidaknya dapat sedikit menjadi penyeimbang dominannya partai pendukung pemerintah. Tiga partai tersebut dapat melakukan kontrol atas jalannya pemerintahan Jokowi.
"Kalau hal itu terwujud, partai politik tidak lagi hanya berfungsi sebagai stempel kebijakan pemerintah. Hal itu setidaknya dapat merem pemerintah melakukan kesalahan atau kesewenangan," ujarnya.
"Karena itu, makin cepat me-reshuffle menteri dari Partai Nasdem tentu semakin baik. Masalahnya, apakah Jokowi punya nyali untuk itu?" katanya.