Selasa 03 Jan 2023 08:39 WIB

Perppu Ciptaker dan Partisipasi Bermakna

Makna partisipasi bersama ketika Perppu Ciptaker terbit

Demorntasri buruk terkait UU CIptaker. (ilustrasi).
Foto:

Subjektivitas perppu

Pembentukan perppu memiliki landasan konstitusional pada Pasal 22 UUD 1945. Intinya, Presiden berhak menetapkan perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, tetapi perppu tersebut harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikut.  Jika tidak mendapat persetujuan DPR, perppu tersebut harus dicabut. Putusan Nomor 198/PUU-VII/2009, MK memberikan penafsiran atas frase “hal ihwal kegentingan yang memaksa” tersebut dengan tiga pengertian, yakni: (1) adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU; (2) UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada UU, tetapi tidak memadai; (3) kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. 

Dengan demikian, sekalipun penetapan perppu sepenuhnya merupakan hak subjektif Presiden, tetapi dengan ketiga syarat tersebut terdapat parameter objektif dalam menetapkan hal ihwal kegentingan yang memaksa. Parameter objektif inilah yang harus menjadi pedoman bagi DPR untuk menyetujui atau menolak perppu yang telah dikeluarkan oleh Presiden. 

Dengan adanya parameter objektif yang ditafsirkan MK dan harus menjadi pedoman bagi DPR untuk menyetujui atau menolaknya, penetapan perppu bukanlah tindakan otoriter karena terdapat pembatasan yang ditetapkan oleh Konstitusi. Secara prosedural, adanya keharusan mendapatkan persetujuan DPR menunjukkan bahwa perppu bukanlah tak terbatas, melainkan tunduk pada pembatasan oleh DPR yang tiada lain adalah instrumen kelembagaan dalam sistem demokrasi perwakilan. 

Pertanyaannya, apakah penerbitan Perppu Ciptaker merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi karena MK memerintahkan perbaikan UU Ciptaker bukan menetapkan Perppu Ciptaker? Untuk menjawab hal harus diingat bahwa perppu pada dasarnya merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU 12/2011, yang materi muatannya sama dengan UU, tetapi dengan perbedaan dalam proses pembentukannya. 

Putusan MK sendiri memerintahkan adanya perbaikan dalam pembentukan UU Ciptaker sesuai dengan cara atau metode yang pasti, baku, dan standar serta memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12/2011. Perbaikan tersebut terutama menyangkut penggunaan metode omnibus law dan asas partisipasi yang bermakna yang keduanya belum diatur dalam UU 12/2011.

Berkenaan dengan penggunaan metode omnibus law, penetapan Perppu Ciptaker telah sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 13/2022 tentang Perubahan atas UU 12/2011, yang telah mengakomodasi metode omnibus law. Artinya, sejauh menyangkut penggunaan metode omnibus law, penetapan Perppu Ciptaker tidak bertentangan dengan Putusan MK, yang menghendaki agar dilakukan perbaikan yang sesuai dengan cara atau metode yang diatur dalam UU yang mengatur Pembentukan Peraturan Perudang-undangan, dalam hal ini UU Nomor 13/2022 yang telah mengakomodasi metode omnibus law. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement