REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari memandang pelarangan penjualan rokok batangan sangat dibutuhkan karena prevalensi merokok pada anak usia 10 tahun hingga 18 tahun meningkat dalam 10 tahun terakhir. Diketahui, berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi meningkat dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1 persen.
"Pelarangan penjualan rokok batangan akan menjauhkan akses anak terhadap rokok, karena selama ini, dengan diperbolehkannya penjualan rokok batangan, anak mudah mengakses rokok karena harganya yang murah," ujarnya dalam keterangan, Rabu (28/12/2022).
Namun, poin pelarangan rokok batangan ini hanya menjadi salah satu poin usulan dalam revisi PP 109/2012 sebagaimana tercantum dalam Keppres nomor 25 tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Terkait dengan rencana pembahasan regulasi PP 109/2012 dalam Keppres tersebut, ada 7 pokok materi muatan dalam rancangan aturan pemerintah soal zat adiktif tembakau.
Diantaranya, penambahan luas prosentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau, kemudian ketentuan rokok elektronik.
Selanjutnya, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi, pelarangan penjualan rokok batangan. Lalu, pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi.
" Penegakan dan penindakan; dan media teknologi informasi serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)," tuturnya.
Ia menekankan, Lentera Anak sangat mendukung rencana Revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung zat adiktif berupa Produk tembakau bagi kesehatan, yang sudah diamanahkan dalam Keppres nomor 25 tahun 2022. Sehingga, Lentera Anak mendorong Kementerian Kesehatan untuk berperan aktif mengawal proses Revisi PP tersebut di tahun 2023.