REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati mengingatkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar tidak mengabaikan tranparansi dalam setiap proses tahapan pemilu. Menurut dia, transparansi penyelenggaraan pemilu di setiap tahapannya sangat penting sehingga membawa pemilu Indonesia semakin berkualitas dan lebih demokratis.
Hal ini ditegaskan terkait dengan banyaknya aduan dan keluhan soal kecurangan dan intervensi saat verifikasi faktual yang dilakukan KPU pusat ke KPU daerah. Tuduhan kecurangan oleh KPU ini bahkan memiliki bukti yang cukup kuat sehingga berpotensi bermasalah di kemudian hari.
"Kalau menurut saya yang penting adalah penyelenggara pemilu mau membuka datanya secara transparan terkait tahapan verifikasi faktual ini," kata Khoirunnisa kepada wartawan, Rabu (21/12/2022).
Tranparansi KPU penting agar polemik yang berkembang belakangan ini terang. Sayangnya, ia tidak melihat upaya KPU mewujudkan tranparansi itu, terutama di tahapan verifikasi faktual.
"Transparansinya (KPU) minim, karena publik tidak bisa mengetahui misalnya di mana syarat partai yang kurang, berapa yang kurang. Jadi SIPOL seperti publikasi saja," katanya.
Hal yang sama disampaikan Anggota Dewan Perludem, Titi Anggraini. Ia mengimbau publik ikut mengawasi perkembangan kasus dugaan kecurangan dalam tahapan verifikasi faktual (vefak) partai politik calon peserta Pemilu 2024. Menurutnya, pengawasan harus dilakukan oleh semua pihak.
"Publik dalam hal ini baik kita sebagai pemilih, kelompok masyarakat sipil, maupun media, semua elemen publik, termasuk perguruan tinggi harus mengawasi perkembangan kasus ini," ujar Titi.
Menurut dia, publik juga harus menuntut penyelesaian kasus tersebut secara transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Dugaan kecurangan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir menjadi perbincangan publik dan diduga terkait dengan manipulasi atau rekayasa data.
Titi mengatakan, hal itu merupakan suatu pelanggaran berat terhadap asas dan praktik pemilu konstitusional. Manipulasi data juga merupakan tindakan mengkhianati amanat konstitusi serta menodai hak warga untuk memperoleh pelaksanaan pemilu yang berkala, jujur, dan adil.
Maka yang diperlukan adalah dilakukan pemeriksaan oleh pihak eksternal dan independen secara serius. Sebab, kecurangan tersebut diduga melibatkan struktural KPU secara berjenjang, mulai dari tingkat nasional hingga daerah.
"Karena dugaan kecurangan melibatkan struktural KPU secara berjenjang dari nasional hingga daerah, diperlukan pemeriksaan eksternal dan independen secara serius untuk menghindari benturan kepentingan dan bias dalam penyelesaiannya," ujar Titi.