Kamis 15 Dec 2022 13:21 WIB

DPR Sahkan Undang-Undang Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

UU ini diklaim memudahkan penegakan hukum perkara pidana yang pelakunya di Singapura.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Sejumah anggota DPR mengikuti rapat paripurna ke-10 masa persidangan II tahun 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/11/2022). Dalam Rapat Paripurna tersebut DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya menjadi Undang-Undang (UU). Republika/Prayogi.
Foto: Republika/Prayogi
Sejumah anggota DPR mengikuti rapat paripurna ke-10 masa persidangan II tahun 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/11/2022). Dalam Rapat Paripurna tersebut DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya menjadi Undang-Undang (UU). Republika/Prayogi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Salah satu agendanya adalah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan atau Treaty Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives, menjadi undang-undang.

"Kami menanyakan kepada setiap fraksi, apakah rancangan undang-undang tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Ketua DPR Puan Maharani dijawab setuju oleh seluruh anggota dewan, Kamis (15/12/2022).

Baca Juga

Dalam laporannya, Komisi III DPR menilai bahwa pengesahan RUU tersebut dapat berguna demi kepentingan negara dan masyarakat umumnya. Khususnya dalam mendukung efektivitas sistem penegakan hukum dan peradilan pidana.

"RUU ini juga sekaligus memberi respons terhadap kebutuhan kerja sama bidang internasional di bidang hukum secara lebih komprehensif dengan negara lain. Khususnya dengan Republik Singapura yang nantinya akan berguna untuk mempererat hubungan bilateral kedua negara yang bersifat saling menghormati dan saling menguntungkan," ujar Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly sebelumnya mengatakan, perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura dapat mendukung penegakan hukum, memberi kepastian hukum, dan keadilan bagi kedua negara. Ia menjelaskan, RUU tersebut akan mengatur enam hal terkait ekstradisi.

"Perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang ekstradisi buronan ini mengatur antara lain kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisikan, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, serta pengaturan penyerahan," ujar Yasonna.

Indonesia, jelas Yasonna, memiliki komitmen untuk melaksanakan penegakan hukum melalui kerja sama internasional. Pasalnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memudahkan mobilitas antarnegara yang turut menghadirkan dampak positif dan negatif.

"Kemudahan interaksi tersebut tidak hanya membawa dampak positif, namun juga dampak negatif. Salah satunya adalah dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana untuk melepaskan diri dari proses hukum dengan melarikan diri keluar dari wilayah Indonesia," ujar Yasonna.

Dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas proses hukum terhadap pelaku tindak pidana yang melarikan diri ke luar wilayah Indonesia, maka diperlukan perjanjian kerja sama antarnegara mengenai ekstradisi buronan. Salah satunya dengan Singapura yang berbatasan langsung dengan Indonesia.

Pentingnya pembuatan kerja sama ekstradisi dengan Singapura tidak terlepas dari intensitas pergerakan keluar negara yang tinggi. Hal tersebutlah yang menyebabkan Singapura kerap menjadi tujuan akhir atau tujuan transit pelaku kejahatan.

"Adanya kerja sama ekstradisi dengan Singapura akan memudahkan aparat penegakan hukum dalam menyelesaikan perkara pidana yang pelakunya berada di Singapura," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement