Rabu 14 Dec 2022 17:31 WIB

Tata Kelola Pariwisata Banyak Tumpang Tindih, Penguatan Kemenparekraf Dinilai Diperlukan

Tumpang tindih peran antarlembaga dinilai menjadi salah satu pemicu belum optimalnya

Sejumlah karyawan Balai Konservasi Borobudur (BKB) mengikuti aksi Reresik Candi Borobudur (membersihkan Candi Borobudur) di Magelang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Tumpang tindih peran antarlembaga dinilai menjadi salah satu pemicu belum optimalnya pengelolaan pariwisata di Tanah Air.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Sejumlah karyawan Balai Konservasi Borobudur (BKB) mengikuti aksi Reresik Candi Borobudur (membersihkan Candi Borobudur) di Magelang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Tumpang tindih peran antarlembaga dinilai menjadi salah satu pemicu belum optimalnya pengelolaan pariwisata di Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tumpang tindih peran antarlembaga dinilai menjadi salah satu pemicu belum optimalnya pengelolaan pariwisata di Tanah Air. Komisi X DPR RI mendorong Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menjadi leading sector untuk memastikan pengelolaan pariwisata dari penyusunan kebijakan hingga pelaksanaan di lapangan bisa berjalan baik.

"Kurang optimalnya pengelolaan pariwisata di Tanah Air salah satunya karena banyak sekali lembaga yang terlibat dalam proses penyusunan dan pelaksanaan implentasi kebijakan pariwisata. Situasi ini kerap memunculkan status quo di mana ada saling tunggu antarlembaga dalam mengeksekusi pelaksanaan kebijakan di lapangan. Ke depan hal itu tidak boleh lagi terjadi," ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, dalam keterangannya, Rabu (14/12/2022). 

Baca Juga

Huda mengatakan, ketidakjelasan hubungan antarlembaga dalam pengelolaan pariwisata hanya akan memicu berbagai persoalan tak perlu. Dia mencontohkan, betapa kebijakan kenaikan tarif masuk ke Borobudur harus ditinjau ulang karena tidak didasarkan kajian strategis yang melibatkan banyak kalangan. Pun juga kontroversi penetapan tarif masuk ke Pulau Komodo yang merupakan cerminan tarik menarik kepentingan pemerintah pusat dan daerah.

"Ke depan hal tersebut tidak boleh lagi terjadi sehingga harus ada entitas yang punya otoritas penuh dalam menetapkan strategi dan tata kelola parisiwata secara nasional," katanya. 

Huda mengatakan, saat ini Komisi X secara intensif mengkaji revisi Undang-Undang Nomor 10/2009 tentang Kepariwisataan. Menurutnya, UU 10/2009 membutuhkan penyempurnaan karena dinamika pengelolaan pariwisata sudah demikian tinggi.

"Bahkan dari kajian Panja Kepariwisataan Komisi X menyimpulkan setidaknya ada empat permasalahan subtansi dan kelembagaan dalam UU 10/2009. Kita juga mengidentifikasi ada sembilan kelemahan UU 10/2009 terkait munculnya dinamika pariwisata yang tidak terakomodir dalam beleid tersebut. Berbagai kajian tersebut menyimpulkan jika memang perlu ada revisi UU 10/2009," katanya. 

Politikus PKB ini berharap agar dalam revisi UU 10/2009 tersebut bisa dilakukan penguatan peran dan otoritas dari Kemanparekraf sebagai leading sector tata kelola pariwisata di Indonesia. Penguatan itu bisa berupa menaikkan Kemanparekraf menjadi kementerian dengan klaster I. 

"Selain itu bisa dibentuk Badan Layanan Umum (BLU) di bawah koordinasi Kemanparekraf untuk pendanaan pengelolaan pariwisata, baik bersumber dari APBN maupun pihak ketiga," katanya. 

Huda mengatakan, revisi UU Kepariwisataan juga harus mengakomodasi pendekatan baru dalam strategi pengelolaan destinasi wisata prioritas. Mulai dari strategi pemasaran, penguatan penggunaan teknologi informasi, penguatan wisata halal, hingga pengelolan desa wisata. 

"Kami juga berharap revisi UU 10/2009 akan mengatur bagaimana strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan, integrasi cagar budaya, hingga kejelasan pengaturan izin usaha pariwisata," katanya. 

Legislator asal Jawa Barat ini menegaskan, perbaikan tata kelola kepariwisataan di Indonesia harus menjadi priroitas bersama. Apalagi, saat ini sektor pariwisata merupakan dua besar penyumbang devisa negara. 

"Pengelolaan kepariwisataan kita ke depan harus lebih serius. Indonesia punya potensi besar pariwisata, baik dari sisi alam maupun budaya. Apalagi kita mempunyai harapan jika sektor pariwisata di masa depan menjadi penopang utama pendapatan negara," ujar Huda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement