Rabu 14 Dec 2022 04:57 WIB

Wakil Ketua KPK: Orang yang Kena OTT Apes Saja

KPK nilai risiko tertangkap karena korupsi masih rendah.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata menilai, orang yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dia menyebut, seseorang yang tertangkap kasus dugaan rasuah hanya karena sedang apes atau sial.

"Saya kok masih merasa orang yang kemudian tertangkap tangan atau berperkara korupsi itu apes, bukan kejadian yang luar biasa. Apes saja itu," kata Alex dalam puncak peringatan Hakordia Kemenkeu 2022 yang ditayangkan melalui YouTube, Selasa (13/12/2022).

Baca Juga

Menurut Alex, masih ada pihak lain yang melakukan hal serupa. Hanya saja, jelas dia, mereka lebih rapi dalam menyembunyikan kekayaannya dan belum tertangkap.

Di samping itu, Alex menyinggung soal pemberantasan korupsi yang belum menghasilkan dampak signifikan. Hal ini, kata dia, terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang cenderung stagnan dalam beberapa tahun terakhir.

"IPK indonesia selama 5 tahun terakhir berkutat di angka 37-38, pernah di angka 40, turun lagi 38. Kalau itu kita jadikan tolok ukur keberhasilan pemberantasan korupsi, ya memang belum menunjukkan hasil yang menggembirakan," ungkap dia.

Alex melanjutkan, risiko tertangkapnya karena korupsi yang rendah menyebabkan para pejabat menjadi nyaman melakukan tindakan rasuah. "Saya melihat, risiko tertangkap orang ini rendah, ini yang sebabkan pejabat ini merasa nyaman buat lakukan tindakan korupsi," ujarnya.

"Kita semua, saya yakin di Kemenkeu banyak akuntan dan sarjana ekonomi, dikenal high risk, high income. Kalau risiko tinggi penghasilan tinggi. Kebalikan dengan korupsi, kalau risiko korupsi rendah, tapi menghasilkan penghasilan yang tinggi dalam waktu yang cepat dan singkat, (pendapatan) rendah, ini ketahuan korupsi. Kalau enggak ada yang lapor, enggak ada yang bisa ungkap," tambahnya menjelaskan.

Dia mengungkapkan, dari hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan belum banyak mampu mengungkap perilaku korupsi. Termasuk audit rutin yang dilakukan di sebuah pemda maupun instansi.

"Itu belum banyak mengungkap perkara korupsi yang bisa kita tindak. Dari kegiatan pengawasan di inspektorat setiap kementerian, lembaga tidak banyak perkara korupsi, atau ada penyimpangan. Tapi lebih banyak penyimpangan itu dikategorikan sebagai pelanggaran administratif. Apalagi kalau bicara inspektur di daerah," jelas Alex.

Selain itu, Alex mengungkapkan, kini para koruptor juga banyak mempelajari penanganan korupsi yang dilakukan KPK. Bahkan, dia menyebut, modus-modus korupsi saat ini semakin canggih hingga tak jarang melibatkan pihak dari luar.

"Misalnya, info yang saya terima, mereka memanfaatkan konsultan pajak buat dapatkan keuntungan buat pajak atau cukai juga, mereka ini temannya sendiri, jadi mungkin dulu pernah jadi pegawai pajak. Dia sarankan buat konsultan pajak tertentu dan fee-nya ini lewat sana, itu enggak cash and carry, itu tabungan nanti pensiun," ungkap Alex.

"Kekhawatiran ini terkait penghasilan ini penyebab pegawai ketika aktif ini melakukan itu ini disampaikan pejabat negara, korupsi ini katanya buat persiapan pensiun," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement