Selasa 13 Dec 2022 01:29 WIB

Arsul: Kekhawatiran Negara Lain Soal KUHP Karena Informasi Keliru

Arsul menyebut pihak yang khawatir tak membaca utuh KUHP.

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta Gubernur Papua Lukas Enembe bersikap gentle.
Foto: DPR RI
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta Gubernur Papua Lukas Enembe bersikap gentle.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan bahwa respons negara lain yang waswas terhadap keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru karena informasi yang keliru. "Yang mereka terima itu informasi yang boleh dibilang agak misleading," kata Arsul yang ditemui usai menghadiri MKD Awards 2022 di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Ia menyebut hal tersebut diketahuinya ketika bertandang ke Australia beberapa waktu lalu. Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengaku ditanyakan sejumlah kalangan maupun diaspora Indonesia terkait KUHP baru yang disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (6/12/2022).

Baca Juga

Arsul mencontohkan informasi keliru terkait pasal perzinaan dalam KUHP baru yang menuai respons publik mancanegara. Ia menyesalkan pasal tersebut tidak dibaca secara utuh dan dipahami bahwa merupakan delik aduan.

"Tidak pernah dijelaskan nilai aduannya karena yang digambarkan pasal satunya, setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang lain di luar perkawinan dipidana sekian tahun, 'kan cuma itu saja (yang dibaca publik). Tidak dibaca, ayat dua dan tiganya kan tidak dibaca," katanya.

Ia menyebut informasi keliru lainnya yang diterima publik ialah pasal terkait aborsi. Menurutnya, pasal itu juga tidak dibaca secara keseluruhan ayat maupun pengecualiannya. Termasuk pasal yang mengatur tentang alat pencegah kehamilan dan alat pengguguran kandungan.

"Soal kontrasepsi tidak dibaca ayat pengecualiannya, padahal itu dulu kan memang tidak ketara pengecualiannya. Tapi sekarang karena ada masukan dan ada protes dari masyarakat kita akomodasi bahwa tidak akan dipidana jika itu tenaga kesehatan, penyuluh keluarga berencana, dan sebagainya," tuturnya.

Arsul menyinggung soal pasal dalam KUHP baru yang dianggap membungkam kebebasan pers. Menurut dia, pekerja pers atau jurnalis dilindungi Undang-Undang Pers yang masih tetap berlaku. Untuk itu, Arsul meminta agar pasal-pasal dalam KUHP baru yang mengatur tentang pers dibaca bersamaan pula dengan Undang-Undang Pers.

"Ini kan yang diminta termasuk oleh teman teman Dewan Pers, dalam hal apapun teman jurnalis tidak bisa diimplikasikan dalam perkara pidana memang tidak bisa," kata Arsul.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement