Senin 12 Dec 2022 13:51 WIB

InJourney Sebut Orang Indonesia Masih Kurang Piknik

Rata-rata orang Indonesia hanya liburan 2,6 kali per tahun.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Indira Rezkisari
Pengunjung berswafoto saat berwisata di Candi Prambanan, Sleman, D I Yogyakarta, Sabtu (8/10/2022). Candi Prambanan yang dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 Masehi dan merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia itu merupakan salah satu destinasi wisata arsitektur dan sejarah yang favorit dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Pengunjung berswafoto saat berwisata di Candi Prambanan, Sleman, D I Yogyakarta, Sabtu (8/10/2022). Candi Prambanan yang dibangun sekitar pertengahan abad ke-9 Masehi dan merupakan candi Hindu terbesar di Indonesia itu merupakan salah satu destinasi wisata arsitektur dan sejarah yang favorit dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) menjadi momentum bagi peningkatan perjalanan wisata dalam negeri. Holding BUMN pariwisata dan pendukung atau InJourney menyebut besarnya potensi wisatawan domestik yang belum tergarap secara optimal.

Direktur SDM dan Digital InJourney Herdy Rosadi Harman mengatakan InJourney memiliki komitmen penuh dalam memperkuat ekosistem pariwisata nasional. Dia berharap penguatan ekosistem ini mampu mendorong masyarakat untuk lebih sering meningkatkan kunjungan ke destinasi wisata.

Baca Juga

"Kalau kita lihat datanya, orang Indonesia kurang piknik. Per tahun itu, cuma 2,6 kali (perjalanan)," ujar Herdy di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (12/12/2022).

Berdasarkan data jumlah perjalanan liburan dari World Tourism Organization (UN-WTO) pada 2019, jumlah perjalanan wisatawan Indonesia lebih rendah dari negara lain seperti China, Jepang, bahkan negara tetangga, Malaysia yang bisa mencapai 10,3 kali dalam setahun. Herdy mendorong masyarakat untuk lebih aktif dalam melakukan perjalanan wisata. Menurut dia, hal ini akan memberikan banyak dampak positif bagi pemulihan sektor pariwisata dan juga perekonomian nasional.

"Potensi perjalanan wisatawan Indonesia bisa dimaksimalkan hingga lima kali pada 2023 atau mendekati China yang sudah sebanyak 5,7 kali," ucap dia.

Herdy mengatakan peningkatan perjalanan wisata akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan juga berdampak siginifikan bagi pertumbuhan ekonomi ke depan. "Ini akan memberikan dampak ekonomi langsung di kisaran Rp 3281,7 triliun atau sekitar 18,4 persen dari PDB nominal. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dari 2019," kata Herdy menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement