Ahad 11 Dec 2022 17:31 WIB

Pakar Hukum Sebut KUHP yang Baru Disahkan Gagal

Pakar hukum mengatakan KUHP yang baru disahkan gagal hilangkan karakter kolonial.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi KUHP. Pakar hukum mengatakan KUHP yang baru disahkan gagal hilangkan karakter kolonial.
Foto: mgrol100
Ilustrasi KUHP. Pakar hukum mengatakan KUHP yang baru disahkan gagal hilangkan karakter kolonial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru saja disahkan DPR RI gagal mendekolonisasi konstruksi hukum pidana Indonesia. Baginya, KUHP baru ini memiliki muatan yang sama dengan KUHP lama buatan Pemerintah Kolonial Belanda. 

Bivitri menjelaskan, untuk mendekolonisasi konstruksi hukum pidana Indonesia, maka ada dua aspek utama yang harus dilihat. Pertama, soal kebebasan. Kedua, soal ketertiban. 

Baca Juga

Dua aspek itu, kata dia, diatur sedemikian rupa oleh Pemerintah Kolonial Belanda dalam KUHP lama untuk melanggengkan penjajahan di Nusantara. Jika ingin melakukan dekolonisasi konstruksi hukum pidana, maka pengaturan dua aspek itu harus diubah dengan menghilangkan karakteristik penjajah. 

"Tapi, karakteristik (penjajah) itu masih ada dalam RKUHP baru. Makanya saya bilang gagal melakukan dekolonisasi," kata Bivitri kepada wartawan di Jakarta Pusat, Sabtu (10/12). 

Bivitri menjelaskan, karakteristik hukum kolonial itu terkandung dalam sejumlah pasal dalam RKUHP baru. Pada aspek kebebasan, terdapat pasal yang tidak mendukung iklim demokrasi, yakni pasal penghinaan presiden dan pasal ancaman pidana jika menggelar demonstrasi tanpa pemberitahuan. 

Sedangkan pada aspek ketertiban, lanjut dia, terdapat pasal ancaman pidana jika melakukan kohabitasi atau kumpul kebo. Menurutnya, pasal ini hanya mengikuti keinginan mayoritas masyarakat. 

"Nah karakter ini (penjajah) menurut saya masih ada. Jadi masih belum layak untuk dikatakan bahwa RKUHP baru sifatnya sudah dekolonisasi," kata pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu. 

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiarij berkali-kali menyatakan bahwa salah satu misi dalam revisi KUHP adalah dekolonisasi atau upaya menghilangkan hukum kolonial daaqlam KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement