REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo telah memelintir pemaknaan atas hasil survei demi menyuarakan isu perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Jika tidak memelintir, bisa dipastikan Bambang keliru membaca hasil survei Poltracking Indonesia itu.
"Dia kan menggunakan data survei yang menunjukkan (kepuasan publik atas Pemerintahan Jokowi) 70 sekian persen. Tapi itu kan tidak otomatis (berarti) bahwa masyarakat mau masa jabatan Jokowi diperpanjang, atau pemilu ditunda," kata Hadar kepada wartawan di Jakarta Pusat, Sabtu (10/12).
Untuk diketahui, hasil survei Poltracking Indonesia menunjukkan bahwa 73,2 persen responden mengaku puas dengan kinerja Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Bamsoet--sapaan akrab Bambang Soesatyo--lantas bertanya apakah tingginya kepuasan publik itu berkorelasi dengan keinginan publik untuk terus dipimpin Jokowi.
Menurut Hadar, Bamsoet memelintir hasil survei itu untuk melontarkan narasi perpanjangan jabatan presiden. Sebab, pertanyaan survei itu jelas soal kepuasan terhadap kinerja Pemerintahan Jokowi, bukan soal perpanjangan jabatan presiden maupun penundaan pemilu.
"Jadi menurut saya, dia keliru membaca survei ini. Malah saya khawatir jangan-jangan ini dia punya motif politik sendiri, kemudian dia pelintir data survei itu," ujar Hadar.
Motif politiknya, lanjut Hadar, ada dua kemungkinan. Pertama, Bamsoet memang menginginkan perpanjangan masa jabatan Jokowi. Kedua, Bamsoet justru ingin menjatuhkan Jokowi.
Motif politik menjatuhkan itu, kata Hadar, mengacu pada pernyataan Jokowi soal perpanjangan masa jabatan. Jokowi diketahui pernah menyebut, orang yang mengusulkan perpanjangan jabatan presiden adalah orang yang ingin menjerumuskan dirinya. "Jangan-jangan dia (Bamsoet) masuk kategori orang yang disebutkan Pak Jokowi itu," kata Hadar.