REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Beragam pertimbangan membuat sejumlah usaha rintisan di Indonesia melakukan layoff. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Republik Indonesia mencatat, sepanjang tahun ini, telah terdapat sekitar 2 ribu pegawai start up yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sekretaris Jenderal Kemenaker, Anwar Sanusi mengatakan, Kemenaker telah melakukan dialog bipartit dan tripartit terkait kondisi tersebut.
"Kami mendorong agar para usaha rintisan tersebut tidak melakukan PHK. Tapi jika memang tidak ada jalan keluar lainya, maka PHK yang dilakukan harus disertai dengan pemenuhan hak-hak pekerja seperti pesangon dan lainya," kata Anwar Sanusi kepada Republika.co.id pada Sabtu (10/12).
Selanjutnya, Kemenaker pun mempersiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi dampak dari layoff besar-besaran tersebut. Menurutnya, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menghadirkan terobosan terkait penciptaan langan kerja sehingga para korban PHK tersebut bisa kembali terserap dalam pasar tenaga kerja.
"Penciptaan lapangan kerja salah satunya kami lakukan dengan melakukan perluasan kesempatan kerja di luar negeri. Oleh karena itu, kami pun melakukan koordinasi antar pemerintah dan antar pemangku kepentingan," ucapnya.
Kemenaker menilai, kesempatan kerja di luar negeri memiliki peluang yang cukup besar. Terutama bagi tenaga kerja dengan latar belakang kompetensi di bidang keperawatan, konstruksi dan trasportasi.
Di satu sisi, ia pun memiliki saran yang bisa dilakukan bagi para pekerja yang terdapampak kebijakan memilukan ini. Menurutnya, bagi pegawai yang sudah tergabung dalam skema jaminan sosial ketenaga kerjaan, maka pegawai tersebut bisa memanfaatkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
"Selain bisa memperoleh uang tunai, program itu juga memberikan manfaat lainya seperti pelatihan vokasi untuk upskilling dan reskilling. Sehingga, pegawai tersebut bisa terus mengasah kemampuanya dan kemudian meningkatkan kemungkinan untuk bisa segera kembali mendapat pekerjaan." ujar dia.
Selanjutnya, belajar dari kondisi yang telah terjadi ini, Kemenaker pun mencari cara agar pemangkasan serupa tak lagi kembali terjadi di Indonesia. Mengingat, hal ini akan memberikan dampak negatif bagi iklim ketenaga kerjaan di Indonesia terutama bagi para pekerja yang telah merakit mimpi lewat karir yang telah dijalani.
"Dalam perspektif ketenaga kerjaan, kami mendorong optimalisasi dialog bipartit sebagai mekanisme untuk mencari solusi agar layoff tak perlu dilakukan," ujarnya.