Jumat 09 Dec 2022 14:27 WIB

Rapat-Rapat di DPR Ungkap Buruknya Manajemen Data Stok Beras Berujung Rencana Impor

Data stok beras antara Kementan dan Bulog berbeda, pemerintah pun memutuskan impor.

Pedagang menata beras di kawasan Simprug, Jakarta, Jumat (2/12/2022). Saat ini terjadi perbedaan data stok beras nasional di kalangan kementerian dan lembaga terkait yang berujung pada rencana impor beras. (ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pedagang menata beras di kawasan Simprug, Jakarta, Jumat (2/12/2022). Saat ini terjadi perbedaan data stok beras nasional di kalangan kementerian dan lembaga terkait yang berujung pada rencana impor beras. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Wahyu Suryana, Deddy Darmawan Nasution, Dessy Suciati Saputri

Pemerintah ancang-ancang mengimpor 200 ribu ton beras dari kuota impor 500 ribu ton yang telah ditandatangani Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Impor dinilai pemerintah mendesak dilakukan untuk agar harga kebutuhan pokok tersebut tetap terjaga di saat stok cadangan beras pemerintah menipis.

Baca Juga

Masalahnya, terdapat perbedaan data stok beras di kalangan pemerintah sendiri saat ini. Hal itu diketahui dari rapat-rapat di DPR yang dihadiri pejabat kementerian dan lembaga terkait pada pekan ini.

Dalam rapat dengan DPR pada akhir November lalu, Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan siap menyediakan beras sebanyak 600 ribu ton dalam enam hari untuk Bulog. Namun, dalam rapat dengan DPR pekan ini, Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat total cadangan beras Bulog (CBP) saat ini hanya tersisa 494,2 ribu ton.

Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, memerinci cadangan beras pemerintah yang digunakan untuk operasi pasar hanya 295,3 ribu ton. Sedangkan, sisa 198,8 ribu ton merupakan beras komersial.

Lantaran stok cadangan beras untuk operasi pasar kian menipis, pemerintah akan mengkonversi stok beras komersial di Bulog untuk operasi pasar. "Kami sudah bersurat untuk mendorong stok komersial itu bisa dikonversi menjadi CBP sehinga bisa melakukan intervensi," kata Arief dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR, Rabu (7/12/2022).

Direktur Utama Bulog menyampaikan, realisasi penyerapan beras hanya mencapai 166 ribu ton dari janji Kementan dua pekan yang lalu mengklaim akan menyiapkan beras sebanyak 600 ribu ton. Buwas, sapaan Budi Waseso, mengatakan, pihaknya mengecek langsung penggilingan sesuai data yang diberikan Kementan.

"Sampai 5 Desember 2022, Bulog hanya bisa menyerap 166 ribu ton. Ini yang bisa kita lakukan dalam penyerapan," kata Buwas, dalam rapat yang sama.

Buwas mengatakan, data Kementan dengan data yang diterima oleh Bulog terkait ketersediaan beras sama. Hanya saja, hasil pengecekan ulang oleh Bulog di lapangan tidak sama dengan data. 

"Dicek di lapangan data tidak sebanyak itu (600 ribu ton). Ini bukan kata saya, karena yang menyaksikan ada Satgas Pangan dan itu dicek. Saya bukan cari kesalahan, tapi ini untuk kebaikan dan kebenaran," katanya.

"Saya maunya terima beras bukan terima data. Karena kami terima data, maka saya cek," ujarnya, menambahkan.

Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan menilai, kinerja pemerintah memastikan ketersediaan stok beras nasional dan mengoordinasi data, buruk. Ia merasa, sejauh ini belum menemukan alasan yang tepat terkait wacana pemerintah mengimpor beras.

Justru, ia berpendapat, rencana impor beras bisa mencederai kedaulatan pangan nasional. Johan menekankan, rapat yang dilakukan di DPR RI membuka secara nyata dan terang pemerintah tidak mampu mengurus beras dan tidak bisa berkoordinasi.

"Kita punya Badan Pangan Nasional, kita punya Bulog, kita punya Menteri Pertanian ini saja tidak sinkron, jadi mempertontonkan secara nyata kepada kita mereka ini gagal mengurus beras," kata Johan, Jumat (9/12/2022).

Johan menilai, wacana kebijakan impor beras bertentangan dengan perkataan Presiden Joko Widodo yang mengaku tidak akan mengimpor beras tiga tahun ke depan. Apalagi, rapat turut memperlihatkan stok beras nasional yang sedang tidak baik-baik saja.

"Data BPS yang mengatakan kita surplus 1,7 juta ton, tapi setelah dikonfirmasi, dicek di lapangan oleh Bulog ternyata barangnya tidak ada," ujar Johan.

Politisi dari PKS ini menekankan, Komisi IV DPR RI sedang mendalami validasi ketersediaan beras nasional, dipastikan barang yang tidak ada atau harga yang tidak cocok. Sehingga, dapat dengan bijak menilai urgensi wacana impor beras.

Johan menegaskan, mereka masih mendalami persoalan ini secara serius dan belum ada kesimpulan yang bisa disampaikan. Johan turut membenarkan, sejauh ini Perum Bulog memang belum melakukan impor beras dan baru sampai proses perizinan impor.

Dalam rapat, kata Johan, sudah dipertegas dan jawaban Bulog memang belum impor dan baru mengurus izin-izin impor. Karenanya, ia menambahkan, Komisi IV DPR RI akan terus mendalami apakah barang yang ada atau memang barang yang tidak cocok.

"Kalau misalnya barang ada, tidak cocok harga, kenapa kita punya uang untuk impor, tapi tidak punya uang untuk membeli beras petani kita," kata Johan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement