REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi UU. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengakui tidak semua masyarakat memiliki pandangan yang sama terhadap isi KUHP.
Karena itu, ia menyampaikan, jika masih ada pihak yang memiliki perbedaan pandangan terhadap isi KUHP tersebut maka bisa mengajukan gugatan judicial review. Ia mengajak seluruh pihak yang bertentangan dengan isi KUHP tersebut agar melakukan langkah secara konstitusional.
"Kalau pada akhirnya nanti ada teman-teman yang merasa tidak pas dan bahkan menyatakan bertentangan dengan konstitusi, silakan saja judicial review," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Setelah KUHP disahkan, DPR akan mengirimkan kepada Presiden untuk ditandatangani. "Nanti DPR akan mengirim kepada Presiden. Kita menunggu pengundangannya, ditanda tangan oleh Presiden," ujarnya.
Setelah disahkan menjadi UU, KUHP akan berlaku efektif pada tiga tahun mendatang. Periode tersebut akan digunakan pemerintah untuk melakukan sosialisasi.
Ia menjelaskan, pemerintah akan membentuk tim dari kementerian dan juga pakar untuk dikirim ke daerah-daerah, ke institusi penegak hukum, universitas-universitas, dan juga ke berbagai komunitas masyarakat. Yasonna mengatakan, pengesahan KUHP diperlukan karena Indonesia sudah terlalu lama menggunakan dasar hukum yang dibuat oleh Belanda.
Selain itu, perubahan ini juga untuk mengikuti perkembangan zaman. "Bahwa ada perbedaan pendapat silakan saja. Kita masyarakat yang sangat heterogen, banyak pandangan-pandangan, tetapi kita putuskan bahwa harus kita sahkan," kata dia.
Kendati demikian, Yasonna mengatakan berbagai masukan dari publik sudah banyak diakomodasi oleh pemerintah.