Selasa 06 Dec 2022 17:28 WIB

Marah kepada Sambo, Kombes Susanto: Jenderal Kok Bohong

Emosi Kombes Susanto itu, meluap saat dihadirkan sebagai saksi.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Ketua Majelis Hakim menunjukkan barang bukti senjata HS dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Chandrawathi di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (22/11/2022).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Majelis Hakim menunjukkan barang bukti senjata HS dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Chandrawathi di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (22/11/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisaris Besar (Kombes) Susanto Haris meluapkan emosinya kepada Ferdy Sambo. Mantan kepala Bagian Penegakan Hukum Biro Provos (Kabag Gakkum Roprovos) Mabes Polri tersebut menangis, mengadu di hadapan majelis hakim pengadilan atas ulah mantan Kadiv Propam itu yang menghancurkan karier banyak anggota Polri lantaran dihukum gegera skenario palsu kasus kematian Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J).

Emosi Kombes Susanto itu, meluap saat dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan lanjutan pembunuhan Brigadir J yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (6/12) atas terdakwa Ferdy Sambo. “Jenderal kok bohong. Susah nyari Jenderal,” begitu kata Kombes Susanto di pengadilan, Selasa (6/12). 

Emosi tersebut, terucap setelah Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa menanyakan tentang apakah Kombes Susanto, ikut terkena hukuman dari Polri karena ada terkait dengan rentetan peristiwa pembunuhan di Duren Tiga 46.

“Saudara ikut di Patsus (Penempatan Khusus)?. Apa hukuman yang saudara dapatkan atas peristiwa ini?,” tanya hakim Wahyu kepada Kombes Susanto. 

Perwira tiga bunga di pundak itu mengaku, ikut mendapatkan sanksi penempatan khusus. Bukan cuma dihukum kurungan khusus. Kombes Susanto mengatakan, dirinya juga mendapatkan sanksi pencopotan jabatan, dan pemindahan kedinasan dalam jangka waktu yang lama ke Yanma Polri.

 “Saya di patsus selama 29 hari. Demosi tiga tahun, yang mulia,” ujar Kombes Susanto. 

Hakim lalu menanyakan, apakah Kombes Susanto ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice terkait kasus pembunuhan Brigadir J tersebut. Tetapi, Kombes Susanto mengatakan, dirinya yang tak dijadikan tersangka. Namun, dikatakan dia, sanksi patsus dan demosi tersebut, seperti menghancurkan kariernya di kepolisian, yang sudah terbangun lebih dari 30 tahun. 

“Lalu bagaimana perasaan saudara,” tanya hakim.

Kombes Susanto, pun meluapkan perasaanya atas pertanyaan hakim tersebut sambil dalam kondisi menangis. “Saya kecewa, yang mulia. Kesal, marah. Jenderal kok berbohong. Susah jadi jenderal itu, yang mulia,” kata Kombes Susanto. 

Kata dia, selama proses pengungkapan dan penyidikan Polri atas peristiwa pembunuhan di Duren Tiga 46 tersebut, pun berdampak pada psikologisnya sebagai kepala keluarga di rumah. Sebab, dikatakan dia, namanya masuk daftar 95 para anggota Polri yang disebut awal-awal terlibat dalam kasus pembunuhan itu. 

“Keluarga kami malu. Kami semua paranoid nonton televisi, baca media sosial, yang mulia,” kata Kombes Susanto yang masih terdengar tersedu-sedu menangis. 

Semakin terdengar tangisan Kombes Susanto kepada hakim, saat ia menjelaskan juga tentang penilaiannya terhadap Ferdy Sambo yang menghancurkan karier banyak anggota kepolisian.

“Jenderal kok tega menghancurkan kami. Tiga puluh tahun saya mengabdi hancur di titik nadi, yang mulia. Rendah pengabdian saya yang mulia. Belum lagi yang dialami anggota-anggota hebat dari Polres Jakarta Selatan. Saya sebagai Kabag Gakkum yang biasanya memeriksa polisi yang nakal, kami diperiksa, yang mulia. Bayangkan bagaimana perasaan keluarga kami, yang mulia,” ujar Kombes Susanto. 

Kombes Susanto, dalam banyak kesaksian di persidangan selama ini disebut-sebut sebagai salah-satu personel dari Propam Polri yang datang awal ke tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga 46. Kombes Susanto, bahkan disebut-sebut sebagai anggota Ferdy Sambo di Propam Polri, yang ikut serta melakukan pengamanan TKP saat tim penyidik Polres Jaksel melakukan olah TKP, Jumat (8/7). Kombes Susanto, juga disebut-sebut sebagai personel Propam yang sempat memeriksa Bharada Richard Eliezer (RE) di TKP, beberapa saat setelah penembakan Brigadir J.

Dalam pemeriksaan Bharada RE tersebut, Kombes Susanto yang memeriksa identitas keanggota Polri Bharada RE. Juga memeriksa Surat Izin Menggunakan Senjata Api (SIMSA) milik Bharada RE yang dinilai bermasalah karena tak ada foto diri. 

Kombes Susanto juga yang memeriksa nomor seri pistol Glock-17 yang digunakan Bharada RE untuk menembak Brigadir J. Kombes Susanto, juga yang melakukan pengamanan barang bukti senjata api yang digunakan oleh Bharada RE tersebut.

Dalam pengakuannya, Kombes Susanto, pun yang ikut bersama-sama Karo Provos Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Benny Ali, memeriksa Putri Candrawathi di rumah Saguling III 29, beberapa saat setelah melakukan pengamanan di TKP Duren Tiga 46. Dalam pemeriksaan singkat tersebut, kata Kombes Susanto, pun Putri Candrawathi sudah memberikan kesaksian tentang dirinya yang menjadi korban pelecehan seksual oleh Brigadir J sebelum pembunuhan terjadi. Pelecehan versi Putri tersebut, yang disebut mula-mula melatarbelakangi peristiwa penembakan terhadap Brigadir J.

Penembakan terhadap Brigadir J itu, pun dikatakan Kombes Susanto, disebutkan mulanya sebagai peristiwa tembak-menembak antara Bharada RE, yang menewaskan Brigadir J. Namun semua cerita tembak-menembak dan pelecehan seksual di Duren Tiga 46 itu, dikatakan Kombes Susanto terungkap sebagai peristiwa dari skenario palsu yang Ferdy Sambo bikin untuk menutupi kasus pembunuhan yang sesungguhnya. Terungkap dalam penyidikan, Brigadir J tewas ditembak mati oleh Bharada RE, dan juga dikatakan Ferdy Sambo yang turut serta melakukan penembakan.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement