Selasa 06 Dec 2022 12:25 WIB

Sah, RKUHP Jadi Undang-Undang

Yasonna mengatakan, pemerintah tidak berkeinginan membungkam kritik.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Wahyu Suryana/ Red: Andri Saubani
Sejumlah orang yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP melakukan aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/12/2022). Dalam aksinya mereka menolak atas pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pindana (RKUHP) karena menganggap beberapa pasal dalam RKUHP masih bermasalah. Republika/Prayogi
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah orang yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP melakukan aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (5/12/2022). Dalam aksinya mereka menolak atas pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pindana (RKUHP) karena menganggap beberapa pasal dalam RKUHP masih bermasalah. Republika/Prayogi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR menggelar rapat paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. Salah satu agendanya adalah pengambilan keputusan tingkat II terhadap rancangan undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidanan (RKUHP) menjadi undang-undang.

"Kami akan menanyakan pada setiap fraksi, apakah rancangan undang-undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad selaku pimpinan rapat paripurna dijawab setuju oleh anggota dewan yang hadir, Selasa (6/12/2022).

Baca Juga

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, pengesahan ini seharusnya sudah sejak lama dilakukan. Mengingat, pembahasan sebenarnya sudah diinisiasi sejak zaman Presiden Soeharto.

Yasonna menuturkan, pengesahan RUU KUHP menjadi UU memang bukanlah sesuatu yang mudah. Dimulai dari ahli-ahli yang berkumpul pada era Presiden Soeharto, lalu dimasukkan pada era Presiden SBY dan diajukan pagi pada era Presiden Jokowi.

Sempat mendapatkan protes terhadap 14 poin, RUU KUHP yang tidak diteruskan pembahasan dalam tingkat dua kembali dibahas Ia menerangkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memerintahkan untuk melakukan sosialisasi ke seluruh penjuru Tanah Air.

"Tentu tidak ada gading yang tak retak. Apalagi, kita masyarakat multikultur, masyarakat multietnis. Belanda saja yang homogen memerlukan waktu panjang untuk menyelesaikan Undang-Undang," kata Yasonna, Selasa (6/12/2022).

Untuk itu, ia menekankan, wajar jika Indonesia memerlukan akomodasi yang luas agar dapat menyelesaikan KUHP. Mengakui UU KUHP tidak mungkin mengakomodasi 100 persen keinginan, ia menegaskan, pemerintah tidak ingin membungkam masyarakat.

"Yang jelas, pemerintah tidak berkeinginan membungkam kritik," ujar Yasonna.

Selain itu, ia menuturkan, ketentuan lain yang menjadi perhatian yaitu tentang lembaga negara dicatat agar tidak digunakan sewenang-wenang oleh penegak hukum. Menurut Yasonna, memang tidak mudah melepaskan diri dari warisan kolonial.

Yasonna berpendapat, KUHP merupakan refleksi peradaban dari suati bangsa. Maka itu, ia turut menyampaikan terima kasih kepada tim yang terdiri dari ahli-ahli dan telah masuk ke masyarakat dan kampus-kampus untuk merumuskan ini semua.

"Semua akan nanti ada waktu tiga tahun agar UU ini efektif berlaku, kita adakan sosialisasi ke penegak hukum, ke masyarakat, ke kampus-kampus untuk menjelaskan konsep, filosofi dan lain-lain dari KUHP ini," kata Yasonna. 

 

photo
RKUHP Ancam Kebebasan Pers - (infografis republika)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement