REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan hingga saat ini Pemerintah masih memberlakukan moratorium pemekaran daerah otonomi baru (DOB), terkecuali untuk wilayah Papua. Ma'ruf mengatakan, sikap pemerintah belum berubah meski saat ini banyak usulan pemekaran daerah ke Pemerintah.
"Jadi memang untuk daerah otonomi baru, ini masih moratorium, yang minta itu bukan hanya di Kalimantan Barat, tetapi di banyak daerah, ratusan kabupaten kota itu banyak yang minta," ujar Ma'ruf, dalam keterangannya di sela kunjungan kerjanya ke Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (23/11/2022).
Ma'ruf mengatakan, pemerintah masih harus mengkaji efektivitas pemekaran daerah. Ini karena pengalaman pemekaran daerah sebelumnya yang dinilai gagal membuat wilayah DOB tersebut mandiri dan mampu memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akibatnya, banyak daerah yang bergantung pada APBN.
"Karena memang sedang dievaluasi, bahwa banyak dulu yang dimekarkan itu ternyata pendapatan aslinya itu tidak mendukung, belum mendukung, karena itu kita (masih moratorium)," ujar Ma'ruf.
Dia melanjutkan, secara anggaran, pemerintah juga masih belum memungkinkan untuk melakukan pemekaran DOB. Saat ini, pemerintah masih fokus pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 dan menghadapi tantangan ancaman krisis tahun depan.
"Pemerintah pusat sendiri masih dalam menghadapi kendala-kendala ekonomi yang saya kira, kita semua masih dalam situasi pandemi, kemudian sekarang menghadapi krisis global. Nah ini masih kita melakukan penataan-penataan, kecuali Papua," ujarnya.
Ma'ruf pun menjelaskan alasan Pemerintah membuka pintu pemekaran hanya untuk Papua. Dia menyebut pemekaran Papua mendesak dilakukan karena untuk mempercepat kesejahteraan dan mengatasi masalah keamanan di Bumi Cendrawasih tersebut.
Luas wilayah di Papua kata Ma'ruf, tetapi tidak diimbangi pelayanan yang mumpuni membuat permasalahan di Papua tidak terselesaikan.
"Sehingga untuk Papua dikecualikan, dalam pembagian provinsinya, di Papua yang tadinya satu menjadi empat Papua, Papua Barat yang satunya satu menjadi dua, ini dalam rangka bagaimana menyelesaikan Papua dalam mempercepat pelayanan dan penanganan kesejahteraan di Papua," ujarnya.