Selasa 22 Nov 2022 12:32 WIB

Sistem Insentif Fiskal untuk Daerah Diyakini Efektif Hadapi Dampak Perubahan Iklim

Indonesia memunculkan alternatif strategi dalam menghadapi dampak perubahan iklim.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi saat menjadi pembicara kunci dalam  KTT Perubahan Iklim atau Conference of Party (COP) United Nations Framework Convention On Climate Change (UNFCCC) Indonesia Paviliun, di Sharm El Sheik, Mesir, beberapa waktu lalu.
Foto: Dok Pri
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi saat menjadi pembicara kunci dalam KTT Perubahan Iklim atau Conference of Party (COP) United Nations Framework Convention On Climate Change (UNFCCC) Indonesia Paviliun, di Sharm El Sheik, Mesir, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia terus memunculkan alternatif strategi dalam menghadapi dampak perubahan iklim dunia. Salah satunya dengan penerapan sistem insentif fiskal untuk pemerintah daerah (pemda) yang berhasil menjaga kelestarian lingkungan.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi saat menjadi pembicara kunci dalam KTT Perubahan Iklim atau Conference of Party (COP) United Nations Framework Convention On Climate Change (UNFCCC) Indonesia Paviliun, di Sharm El Sheik, Mesir, beberapa waktu lalu. 

Baca Juga

"Saat itu kami sampaikan jika penerapan sistem insentif fiskal bagi pemerintah daerah yang menjaga kelestarian lingkungan akan menjadi aksi nyata yang kami yakini bisa meminimalkan dampak perubahan iklim di Indonesia khususnya, dan dunia pada umumnya," kata Fathan dalam keterangan resminya, Selasa (22/11/2022). 

Dia menjelaskan, saat ini dibutuhkan aksi nyata dalam mengatasi berbagai dampak perubahan iklim di berbagai belahan dunia. Apalagi, perubahan iklim tersebut telah memberikan dampak nyata sepertinya munculnya berbagai bencana maupun perubahan siklus cuaca yang merugikan petani dan nelayan.

"Saat ini perubahan iklim telah memberikan dampak nyata bagi munculnya berbagai bencana alam maupun hilangnya keanekaragaman hayati dunia. Maka sudah sewajarnya jika perhelatan COP-27 ini titik tekannya pada aksi nyata tidak lagi sekadar wacana," ujarnya. 

Fathan mengatakan, bagi Indonesia aksi nyata antisipasi perubahan iklim dilakukan tidak hanya dalam bentuk rencana program tetapi sudah pada tahapan implentasi, baik dalam bentuk penyusunan aturan perundangan maupun aksi di lapangan. Dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) misalnya, disebutkan jika transfer dana alokasi umum (DAU) dari pusat ke daerah dipengaruhi oleh luasan tutupan hutan (forest cover) di masing-masing wilayah.

"Dengan ketentuan ini maka semakin berhasil pemerintah daerah menjaga tutupan hutannya maka semakin besar potensi DAU yang mereka terima. Langkah ini menjadi insentif konkret yang bisa memacu pemda dalam menjaga kawasan hutan di wilayah masing-masing," katanya. 

Langkah Indonesia, kata Fathan, menjadi suatu yang tidak terhindarkan mengingat besarnya kerugian yang dipicu perubahan iklim. Selain itu, posisi Indonesia sebagai pemilik paru-paru dunia harus dijadikan sebagai lokomotif dalam memimpin langkah global menghadapi perubahan iklim.

"Saat ini Indonesia harus bisa leads by example, tidak hanya sekadar adu jargon mengingat bahaya perubahan iklim telah dirasakan masyarakat kita hingga pelosok-pelosok desa di nusantara," katanya. 

Politisi PKB ini berharap aksi nyata Indonesia ini menjadi pemungkin yang tepat sasaran bagi Indonesia dalam upada mencapai FOLU Net Sink tahun 2030 nanti. Dia juga berharap, inovasi kebijakan transfer DAU yang mempertimbangkan tutupan hutan daerah ini dapat dilaporkan kepada UNFCCC sebagai bagian dari NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia.

"Kami ingin bahwa agenda menurunkan berbagai dampak negatif perubahan iklim ini menjadi agenda global tidak hanya agenda dan tanggung jawab satu dua negara saja," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement