Sabtu 19 Nov 2022 19:14 WIB

30 Provinsi Risiko Tinggi Terjangkit KLB Polio

Penyakit polio tidak bisa diobati, karena itu vaksin polio sangat penting.

Rep: Mabruroh/ Red: Indira Rezkisari
Bidan Puskesmas Cisimeut memberikan vaksin polio kepada seorang anak Suku Baduy di Kampung Cisadane, Lebak, Banten, Jumat (26/8/2022) malam. Program Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di kawasan pedalaman Baduy tersebut dilaksanakan hingga malam hari agar anak dan ibu Suku Baduy mau mengikuti kegiatan pemberian imunisasi untuk meningkatkan kesehatan serta mencegah berbagai penyakit.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/wsj.
Bidan Puskesmas Cisimeut memberikan vaksin polio kepada seorang anak Suku Baduy di Kampung Cisadane, Lebak, Banten, Jumat (26/8/2022) malam. Program Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di kawasan pedalaman Baduy tersebut dilaksanakan hingga malam hari agar anak dan ibu Suku Baduy mau mengikuti kegiatan pemberian imunisasi untuk meningkatkan kesehatan serta mencegah berbagai penyakit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, cakupan imunisasi di Indonesia menurun sejak munculnya pandemi Covid-19. Karenanya, 30 provinsi di Indonesia yang mencakup 415 kabupaten kota berisiko tinggi terkena polio.

“30 provinsi dan 415 kabupaten kota semua masuk kriteria tinggi (high risk) untuk cakupan polio yang rendah semua. Jadi Indonesia ini high risk untuk terjadinya KLB dan polio,” kata Maxi dalam konferensi pers, Sabtu (19/11/2022).

Baca Juga

Maxi menuturkan bahwa cakupan oral polio vaccine (OPV) dan bOPV di tingkat kabupaten kota di seluruh Indonesia rendah. Padahal kata dia, bahayanya anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin polio apabila terkena virus polio bisa menyebabkan kelumpuhan permanen.

Sebelum pandemi Covid-19, kata Maxi, data imunisasi anak menunjukkan bahwa pemberian vaksin bOPV sudah mencapai 86,8 persen. Meskipun masih ada beberapa wilayah yang vaksinasinya di bawah 50 persen, misalnya Kalimantan, Sumatra khususnya di Aceh yang sejak 2020 merah dan di Papua.

Kemudian tahun 2021, pemberian vaksin OPV turun menjadi 80 persen, termasuk di Aceh dan di Sumatera rendah. Sedang untuk vaksin OPV yang disuntikkan memang rendah sejak 2020 yaitu 37,7 persen di hampir semua wilayah Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.

“Cakupannya di bawah 50 persen. Naik sedikit tahun 2021 yaitu 66,2 persen tapi Aceh dan Papua kita lihat masih merah. Jadi kenyataannya memang terjadi satu kasus polio di Papua pada 2018 ada satu kasus polio di Aceh tahun 2022,”  ujar Maxi.

Kasus polio yang terjadi di Aceh ini menyerang seorang anak berusia 7 tahun. Anak tersebut dilaporkan mulai demam pada 6 Oktober  dan 9 Oktober mulai merasakan lumpuh pada kaki kiri. 18 oktober anak dilarikan ke RSUD dan 21-22 Oktober dokter mulai mencurigai adanya virus polio sehingga segera mengambil spesimen.

Kemudian 25 Oktober sampel dikirim ke Provinsi dan 27 Oktober sampel sampai di Jakarta. Pada 28 Oktober sampel diterima BKPK Kemenkes, lalu pada 7 November hasil keluar dan dinyatakan positif Polio tipe 2.

Menurut Maxi tidak ada obat dalam kasus polio ini, sehingga yang bisa dilakukan adalah mencegah anak-anak terinfeksi virus polio dengan cara pemberian vaksin polio sejak kecil. Sedangkan untuk kelumpuhan yang dialami seorang anak di Aceh ini, anak tersebut akan mendapatkan fisioterapi untuk mempertahankan massa otot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement