Jumat 18 Nov 2022 15:41 WIB

Sambungan Telepon Erdogan-Netanyahu Tandai Era Baru Hubungan Turki-Israel

Erdogan dan Netanyahu untuk pertama kalinya sejak 2013 kembali berbicara via telepon.

Presiden Turki Recep Erdogan dan PM Israel Benjamin Netanyahu baru-baru ini berbicara melalui sambungan telepon, kali pertama sejak 2013. (ilustrasi)
Foto: balkaneu
Presiden Turki Recep Erdogan dan PM Israel Benjamin Netanyahu baru-baru ini berbicara melalui sambungan telepon, kali pertama sejak 2013. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Rizky Jaramaya, Dwina Agustin 

Perdana menteri yang akan datang Benjamin Netanyahu dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara melalui telepon pada Kamis (17/11/2022) untuk pertama kalinya sejak 2013. Keduanya setuju untuk bekerja sama membawa 'era baru' dalam hubungan Ankara dan Tel Aviv.

Baca Juga

"Presiden Erdogan mengatakan bahwa adalah kepentingan bersama Turki dan Israel untuk mempertahankan hubungan dengan menghormati kepekaan atas dasar kepentingan bersama, dan untuk memperkuat mereka secara berkelanjutan," kata kantor kepresidenan Turki seperti dikutip laman Time of Israel, Jumat (18/11/2022).

Sementara, Netanyahu mengatakan bahwa upaya mediasi Turki antara Ukraina dan Rusia penting bagi dunia. Netanyahu juga menyatakan belasungkawa atas pengeboman di Istanbul yang menewaskan enam orang dan melukai puluhan lainnya. Dia juga menawarkan bantuan Israel dalam perang melawan teror.

"Erdogan berterima kasih kepada Netanyahu, dan turut menyampaikan belasungkawanya atas serangan teror mematikan hari Selasa di Ariel," kata Kantor Erdogan.

Percakapan 12 menit itu terjadi seminggu setelah pemimpin Turki mengirimi Netanyahu surat ucapan selamat atas kemenangan pemilihannya. Erdogan mengatakan, dia yakin kerja sama antara kekuatan Mediterania timur akan berlanjut dengan cara yang akan membawa perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.

Erdogan dan Netanyahu terakhir berbicara melalui telepon pada 2013, ketika presiden AS saat itu Barack Obama berhasil memediasi. Netanyahu saat itu meminta maaf atas kematian warga negara Turki dalam insiden Mavi Marmara 2010.

Hubungan Israel dan Turki memang sempat membeku pada 2010 setelah kematian 10 warga sipil menyusul serangan Israel di kapal Mavi Marmara Turki. Kapal tersebut membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza. Sebelumnya pada 2008, hubungan bilateral keduanya mulai merenggang menyusul operasi militer Israel di Gaza.

Padahal jika merujuk sejarah, Turki menjadi negara mayoritas Muslim pertama yang mengakui Israel pada 1949. Setelah insiden Mavi Marmara, rekonsiliasi singkat berlangsung dari 2016 hingga 2018, namun kembali menegang ketika Turki menarik duta besarnya dan mengusir duta besar Israel.

Langkah ini diambil karena pasukan Israel melakukan serangan ke Gaza yang menewaskan warga Palestina. Hubungan Turki dan Israel mulai mencair setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu lengser.

Pada Maret 2022, Presiden Israel Isaac Herzog melakukan kunjungan kenegaraan ke Turki. Kemudian pada Juni, Perdana Menteri Yair Lapid yang pada saat itu menjabat sebagai menteri luar negeri juga berkunjung ke Turki. 

Pada 17 Agustus, Israel dan Turki mengumumkan pemulihan hubungan secara penuh dan menempatkan kembali duta besar ke masing-masing negara. Menteri Pertahanan Hulusi Akar mengatakan, pemulihan hubungan dengan Israel akan membantu menemukan solusi untuk beberapa persoalan, termasuk Palestina.

“Kami percaya bahwa pengembangan hubungan dan kerja sama kami dengan Israel juga akan berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas regional,” kata Akar.

Turki dan Israel pernah menjadi mitra pertahanan yang dekat. Keduanya menandatangani pakta pertahanan pada pertengahan 1990-an, yang memungkinkan pilot angkatan udara Israel berlatih di atas wilayah udara Turki.  Israel meningkatkan pasokan tank dan jet militer Turki, serta memasok drone dan peralatan berteknologi tinggi lainnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement