Kamis 17 Nov 2022 15:34 WIB

Pengesahan RUU Papua Barat Daya Penantian Panjang Warga Sorong

Warga Sorong sudah menantikan daerah otonomi baru (DOB) tersebut sejak 2018. 

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Ketua Tim Percepatan Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya sekaligus Wali Kota Sorong Lamberthus Jitmau.
Foto: Antara
Ketua Tim Percepatan Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya sekaligus Wali Kota Sorong Lamberthus Jitmau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Percepatan Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya Lamberthus Jitmau mengapresiasi DPR yang telah mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya. Sebab, pengesahannya disebut penantian panjang warga Sorong.

"Kami bekerja sama dari waktu ke waktu hari ini mujizat Tuhan terjadi, yang pertama kita bersyukur kepada Tuhan, Tuhan baik adanya, Tuhan berikan berkat, memberikan karunia kepada bangsa ini utamanya, Bapak Presiden, Ketua DPR beserta jajarannya," ujar Lamberthus yang juga menjabat wali kota Sorong 2018-2023 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (17/11/2022).

Baca Juga

Ia menyebut warganya sudah menantikan daerah otonomi baru (DOB) tersebut sejak 2018. Akhirnya warga Sorong disebutnya memiliki payung hukum sebagai dasar untuk membuat kebijakan bagi enam kepala daerah. 

Enam wilayah itu, yakni Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Maybrat, dan Kabupaten Tambrauw. Adapun, Kota Sorong ditetapkan sebagai ibu kota Papua Barat Daya.

"Akhirnya UU Papua Barat Daya terbentuk, kami enam kepala daerah mengucapkan terima kasih," ujar Lamberthus.

DPR resmi mengesahkan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya menjadi undang-undang. Dalam laporannya, Komisi II DPR menyampaikan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat, termaktub dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.

Berdasarkan amanat undang-undang tersebut, khususnya Pasal 76 Ayat 2 yang menyatakan pemerintah dan DPR dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom. Tujuannya untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat.

"Serta mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua dengan memperhatikan aspek hukum, administrasi, kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan pada masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua," ujar anggota Komisi II Guspardi Gaus membacakan laporan dalam rapat paripurna ke-10 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement