Kamis 17 Nov 2022 01:18 WIB

Kemenkominfo Sosialisasi RUU KUHP di UNS Solo

Kemenkominfo menggandeng UNS Solo untuk menyosialisasikan RKUHP.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggandeng Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) untuk menyelenggarakan kegiatan Forum Diskusi Publik bertema Sosialisasi RUU KUHP, Selasa (15/11/2022). Kemenkominfo menggandeng UNS Solo untuk menyosialisasikan RKUHP.
Foto: Istimewa
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggandeng Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) untuk menyelenggarakan kegiatan Forum Diskusi Publik bertema Sosialisasi RUU KUHP, Selasa (15/11/2022). Kemenkominfo menggandeng UNS Solo untuk menyosialisasikan RKUHP.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menggandeng Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) untuk menyelenggarakan kegiatan Forum Diskusi Publik bertema Sosialisasi RUU KUHP. Kegiatan ini berlangsung pada Selasa (15/11/2022) di Fakultas Hukum UNS Surakarta, Jawa Tengah.

Berdasarkan rilis yang diterima pada Rabu (16/11/2022), forum yang dilaksanakan secara hybrid ini diharapkan menjadi sarana untuk meningkatkan pemahaman publik akan urgensi pembaruan KUHP di Indonesia agar lebih sesuai dengan dinamika masyarakat saat ini.

Baca Juga

Dekan Fakultas Hukum Sebelas Maret, I Gusti Ayu Ketut Handayani, dalam sambutannya mengatakan sosialisasi RKUHP merupakan hal yang sangat penting bagi terwujudnya sebuah produk hukum atau undang-undang dengan good process.

Ketut menambahkan bahwa dalam prinsip legalitas hukum, perumusan peraturan-peraturan harus jelas dan terperinci serta dimengerti oleh rakyat.

"Oleh karena itu, tentu acara hari ini merupakan bagian yang terpenting untuk mendukung KUHP buatan Indonesia. Tentunya transparansi dan partisipasi menjadi hal yang mutlak dan menjadi prasyarat,” kata Ketut.

Akademisi Universitas Indonesia, Surastini Fitriasih menjelaskan ada pengurangan pasal dalam draf RUU KUHP tanggal 9 November 2022, dari yang sebelumnya (draf 4 Juli 2022) berjumlah 632 Pasal kini menjadi 627 Pasal.

“Kalau kita lihat perjalanan pembentukan RUU KUHP nasional memang cukup panjang. Berbagai masukan sudah diupayakan untuk dipertimbangkan. Meskipun belum sempurna, kita sudah membutuhkan KUHP buatan bangsa sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia, Maka itu, marilah kita mendukung KUHP buatan Indonesia dan mudah-mudahan dapat segera disahkan,” kata Surasti.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, menjelaskan prinsip keseimbangan menjadi pertimbangan yang ditonjolkan oleh perumus RUU KUHP.

"Para perumus mencoba mencari titik keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan negara. Yang kedua, titik keseimbangan antara perlindungan terhadap pelaku dan korban," pungkasnya.

Menurutnya, perjuangan bangsa ini untuk memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai kebanggaan nasional itu sudah mendekati kenyataan. Sebab, kita tidak bisa bertahan menggunakan Wetboek van Strafrecht (WvS) yang memiliki bahasa asli bahasa Belanda.

"Jangan sampai penegak hukum pidana di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketidakmengertian sumber aslinya," ucap Marcus.

Di bagian akhir, Supanto, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sebelas Maret menyatakan dukungannya untuk Indonesia mengesahkan KUHP nasional.

“Terjemahan hukum yang berasal dari Belanda masih macam-macam. Kita terkadang berbeda dalam memahami Bahasa Belanda. Politik hukum Indonesia sudah membuat kodifikasi sejak tahun 1963, yang menyerukan dengan amat sangat agar segera rancangan kodifikasi hukum pidana nasional selekas mungkin diselesaikan,” kata Supanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement