Rabu 16 Nov 2022 16:25 WIB

Kemenkes Umumkan 12 Obat Critical yang Bisa Digunakan dengan Pengawasan Nakes

Obat critical, yakni obat sirup memang harus diminum secara rutin oleh pasien.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan daftar 12 obat critical yang dapat digunakan dengan pemantauan oleh tenaga kesehatan.
Foto: EPA-EFE/Bagus Indahono
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan daftar 12 obat critical yang dapat digunakan dengan pemantauan oleh tenaga kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan daftar 12 obat critical yang dapat digunakan dengan pemantauan oleh tenaga kesehatan. Obat critical yang dimaksud adalah obat-obatan yang memang harus digunakan secara rutin oleh pasien, tapi belum tentu mengandung etilen glikol dan dietilen glikol (EG dan DEG).

"Obat-obat yang memang harus dipakai secara rutin oleh pasien walaupun dia sirup, tapi belum tentu (mengandung EG dan DEG). Sedang dikaji juga apakah mengandung EG atau tidak. Tapi sementara dalam penelitian ini maka obat ini tetap dibolehkan dipakai, tapi dengan catatan pengawasan tenaga kesehatan. Jadi jangan sampai diminum sendiri," kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam konferensi pers, Rabu (16/11/2022).

Baca Juga

Obat-obatan itu, yakni asam valproat, depakene, depval, epifrin, ikalep, sodium valproate, valeptik, vellepsy, veronil, revatio sirup, viagra sirup, dan kloralhidrat sirop. "Itu obat-obat critical yang tetap boleh digunakan oleh tenaga kesehatan dengan pengawasan ketat," kata Syahril.

Daftar obat critical itu tertuang dalam Surat Edaran Kemenkes tentang petunjuk penggunaan obat sediaan cair atau sirup pada anak dalam rangka pencegahan peningkatan kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA). Petunjuk itu dikeluarkan melalui Surat Edaran Penggunaan Obat GGAPA yang dikeluarkan pada 11 November lalu.

"Melalui surat edaran ini, maka seluruh fasilitas kesehatan, penyelenggara sistem elektronik farmasi (PSEF), dan toko obat dalam pengggunaan obat diminta untuk berpedoman pada penjelasan kepala BPOM," kata Syahril.

Surat edaran bernomor AK.02.02/III/3713/2022 itu ditujukan kepada seluruh kepala dinas kesehatan provinsi, kabupaten, dan kota, fasilitas pelayanan kesehatan, serta organisasi profesi kesehatan. Mereka diminta untuk berpedoman pada penjelasan kepala BPOM terkait daftar obat yang boleh digunakan dan tidak boleh digunakan sesuai dengan ketentuan yang sudah dikeluarkan oleh BPOM pada tanggal 22 Oktober dan 27 Oktober.

"Tentang daftar obat yang boleh digunakan dan tidak boleh digunakan karena sudah dicabut izin edarnya, yaitu (obat dari) PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi farma," jelas Syahril. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement