Jumat 11 Nov 2022 06:28 WIB

Bareskrim Periksa Dirut PT UPI Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut Anak

Polisi pun mencabut Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) PT UPI.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono (kiri) bersama Kasubdit I Dipidter Bareskrim Polri Kombes Pol Pipit Rismanto (kanan) memperlihatkan barang bukti saat konferensi pers pengungkapan tindak pidana bidang kesehatan dan perlindungan konsumen,  di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta.
Foto: ANTARA/Wahyu Putro A
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono (kiri) bersama Kasubdit I Dipidter Bareskrim Polri Kombes Pol Pipit Rismanto (kanan) memperlihatkan barang bukti saat konferensi pers pengungkapan tindak pidana bidang kesehatan dan perlindungan konsumen, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Bareskrim Polri memeriksa Direktur Utama PT Universal Pharmaceutical Industries(UPI)Boedjono Muliadi. Pemeriksaan terkait penyelidikan kasus gagal ginjal akut pada anak yang diduga berasal dari obat yang menggunakan bahan baku senyawa kimia melebihi ambang batas aman.

Menurut Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Pipit Rismanto, penyidik memeriksa semua pihak yang terkait dalam penyelidikan tersebut. "Ya (PT UPI) semuanya yang terkait diperiksa,"kata Pipit, Kamis (10/11/2022).

Ditemui terpisah, Hermansyah Hutagalung, selaku penasihat hukum Boedjono Muliadi, mengatakan, kliennya mendapatkan sekitar 20 pertanyaan dari penyidik yang fokus mengungkap asal bahan baku yang dibeli oleh PT UPI. Termasuk, kandungan dari bahan bakudan siapa pemasoknya.

"Jadi, kami mengungkapkan bahan baku itu sendiri sudah tercemar kandungan EG (etilon glikol) dan DEG (dietilen glikol),"katanya.

Hermansyah mengklaimdalam, perkara ini permasalahan yang terjadi berasal dari bahan bakunya. Bukan dari perusahaan farmasi PT UPI.

Menurut ia, persoalan bahan baku pelarut propilenglikol(PG) seharusnya menjadi tanggung jawab Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga pengawasankarena perusahaan farmasi tidak memiliki alat untuk mengecek EG dan DEGtersebut.

Selain itu, Hermansyah juga menyinggung, soal pencabutan Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) PT UPI. Sehingga, hampir semua obat yang diproduksi oleh perusahaan tersebut tidak boleh diedarkan.

Pencabutan merugikan PT UPIkarena dari belasan jenis obat yang dihasilkan oleh PT UPI terindikasi hanya tiga jenis obat yang tercemar EG dan DEG. "Tanggal 28 Oktober 2022, BPOM mencabut CPOB kami dan berdampakpada seluruh obat yang kami produksi semua, walaupun tidak mengandung PG juga semua dicabut," kata Hermansyah.

Akibat dari pencabutan CPOB tersebut, PT UPI mengklaim mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Termasuk seluruh tenaga kerja tidak bekerja dan mengancam kehidupan keluarga karyawan itu.

Hermansyah mengatakan, tidak tepat untuk memidanakan farmasi dalam menyelesaikan persoalan gagal ginjal akut pada anak. Dia pun meminta pemerintah, dalam hal ini BPOM, juga melihat adanya kesalahan dari pemasok penyedia bahan baku.

"Kami bukan pihak yang mencampurkan EG dan DEG dalam bahan baku, bukan. Itu sudah ada di dalam bahan baku obat yang dijual oleh supplier," katanya.

Dalam persoalan ini, dia mendorong, BPOM untuk mengejar para pemasokuntuk ditetapkan sebagai tersangka, bukan memidanakan perusahaan farmasi yang hanya sebagai korban. Perusahaan farmasi membeli bahan pelarut obat itu dengan harga yang lebih mahal dibanding harga di pasaran.

"Kalau bahan baku dibeli dengan harga di bawah pasar bisa disalahkan farmasi, tetapi ini lebih mahal dari harga pasaran. Itu membuktikan farmasi tidak ada niat jahat, tidak ada unsur kesengajaan untuk membuat anak-anak gagal ginjal akut," ucap Hermansyah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement