REPUBLIKA.CO.ID, PALU--Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menuntut Briptu D dengan sanksi pemecatan tidak dengan hormat (PTDH). Briptu D diduga menerima gratifikasi dari 18 calon siswa (casis) Bintara gelombang kedua 2022.
"Tuntutan PTDH itu disampaikan melalui pihak penuntut dalam sidang kode etik yang dipimpin langsung Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sulteng Kombes Pol Ian Rizkian Milyardin," kata Kepala Subdirektorat Penerangan Masyarakat Polda Sulteng Kompol Sugeng Lestari di Palu, Kamis (10/11/2022).
Dia menjelaskan Briptu D dianggap melanggar dua unsur yang terkandung dalam Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Profesi Polri. Adapun masing-masing unsur Perpol itu yakni pasal 5 ayat (1) huruf b menyebutkan setiap pejabat Polri dalam kelembagaan wajib menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi dan kehormatan Polri.
Sedangkan pada pasal 10 ayat (4) huruf f setiap pejabat Polri dalam kelembagaan dilarang menerima imbalan dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri maupun pendidikan pengembangan. "Oleh karena itu pihak penuntut menyimpulkan bahwa perilaku oknum polisi Briptu D sebagai perbuatan tercela, sehingga sanksi bersifat administrasi yang pantas adalah pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri," jelas Sugeng yang juga sebagai anggota komisi majelis dalam sidang kode etik.
Selanjutnya, sambung Sugeng, atas tuntutan tersebut pihak pendamping terduga pelanggar meminta waktu dua hari kepada majelis hakim untuk menyusun pledoi. "Permintaan itu dikabulkan tinggal menunggu hasil pledoinya dan nanti akan kembali disampaikan keterangan selanjutnya," jelasnya.
Sebelumnya, pihak Polda Sulteng menyampaikan saksi yang sudah dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik berjumlah 36 orang, terdiri dari orang tua dan casis yang sudah didiskualifikasi. Sementara terhadap oknum polisi Briptu D yang telah ditahan dengan status terperiksa, pihak penyidik telah melakukan penyitaan barang bukti berupa dua unit mobil dan uang senilai Rp 4,4 miliar.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah (ORI Sulteng), Sofyan Farid Lembah menyoroti kasus dugaan pemberian gratifikasi oleh casis Bintara Polri gelombang II di Polda Sulteng itu untuk diusut lebih lanjut ke ranah pidana. Ia mengungkapkan salah satu yang menjadi indikasi adanya keterlibatan orang lain dalam dugaan pemberian gratifikasi tersebut adalah status Briptu D yang hanya menjadi panitia khusus kesehatan.
Status Briptu D bukan pada struktur kepanitiaan yang menyeluruh untuk melakukan seleksi serta menentukan kelulusan terhadap casis bintara Polri di Polda setempat. "Dugaan kami ini adalah sindikasi, sehingga harus ada investigasi dan mengusut siapa dalangnya karena jika ditelaah secara cermat tidak mungkin uang senilai Rp 4,4 miliar itu hanya untuk seorang Briptu D," ujar Sofyan.