REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Layanan ortopedi merupakan salah satu layanan yang banyak dimanfaakan oleh peserta Program JKN. Pada bulan Maret 2022, tercatat ada lebih dari 250 ribu kasus layanan ortopedi yang dibiayai BPJS Kesehatan. Meski dijamin BPJS Kesehatan, namun ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan terkait skema penjaminannya.
“Pada prinsipnya, layanan ortopedi ini ditanggung BPJS Kesehatan melalui Program JKN. Namun sebelumnya harus dipastikan dulu sejak awal pasien masuk fasilitas kesehatan, apa penyebab yang bersangkutan memerlukan layanan ortopedi. Karena beda penyebab, beda pula mekanisme penjaminannya,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti dalam The 22nd National Congress of Indonesian Orthopaedic Association (IOA) yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Ortopedi dan Traumatologi Indonesia (PABOI), Kamis (10/11/2022).
Ghufron menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, salah satu manfaat yang tidak dijamin Program JKN adalah pelayanan yang sudah ditanggung dalam program lain. Oleh karena itu, BPJS Kesehatan dapat berkoordinasi dengan penyelenggara jaminan lainnya yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan, termasuk layanan ortopedi.
“Layanan ortopedi tidak masuk dalam manfaat yang dijamin Program JKN apabila layanan tersebut termasuk dalam skema manfaat penyelenggara jaminan lainnya, atau termasuk tanggungan program jaminan lainnya. Misalnya, ada pasien yang memerlukan layanan ortopedi karena patah tulang akibat kecelakaan lalu lintas ganda, maka biayanya ditanggung Jasa Raharja sebagai penjamin pertama. Contoh lainnya, ada pekerja yang persendiannya cedera akibat aktivitas pekerjaannya lalu butuh tindakan ortopedi, maka itu ditanggung BPJS Ketenagakerjaan,” jelas Ghufron, seperti dalam siaran pers.
Pada kesempatan tersebut, Ghufron juga mengungkapkan pentingnya Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk mendukung optimalisasi pelayanan kesehatan JKN. PNPK merupakan standar nasional pelayanan kedokteran yang dibuat oleh organisasi profesi dan disahkan oleh menteri. Ghufron menegaskan, keberadaan PNPK begitu penting hingga menjadi salah satu catatan dalam pendapat BPK mengenai pengelolaan penyelenggaraan Program JKN tahun lalu. PNPK harus ditetapkan dan dimutakhirkan secara berkala sesuai dengan skala prioritasnya.
Selain itu, Ghufron juga mengharap komitmen dari seluruh tenaga medis di rumah sakit untuk memberikan pelayanan yang aman, bermutu, efektif, dan tanpa diskriminasi sesuai dengan standar pelayanan medis, baik yang ditetapkan oleh pemerintah maupun manajemen rumah sakit.
“Kami juga berharap dukungan dari pemerintah maupun organisasi profesi untuk memastikan pemerataan distribusi dokter spesialis maupun subspesialis di seluruh Indonesia untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan kesehatan, termasuk layanan ortopedi,” katanya.