Kamis 10 Nov 2022 18:49 WIB

Pergantian Komisioner KPU Daerah Serentak Dikhawatirkan Disusupi Kepentingan Politik

Pergantian secara serentak itu juga akan mengganggu tahapan Pemilu 2024.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dalam peluncuran hasil penelitian dan pemantauan terhadap proses dan perselisihan hasil Pilkada 2017 oleh Mahakamah Konstitusi di Jakarta, Senin (22/5).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil dalam peluncuran hasil penelitian dan pemantauan terhadap proses dan perselisihan hasil Pilkada 2017 oleh Mahakamah Konstitusi di Jakarta, Senin (22/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, rencana pergantian komisioner KPU daerah di seluruh Indonesia secara serentak pada 2023 rentan disusupi kepentingan politik. Pasalnya, pergantian dilakukan satu tahun jelang Pemilu dan Pilkada 2024.

Manajer Program Perludem, Fadli Ramadhanil mengatakan, sebenarnya sudah menjadi pengetahuan umum pemilihan komisioner KPU daerah itu ada nuansa kepentingan politiknya. Selain KPU yang berkepentingan memilih orang yang berintegritas, ada pula kontestan pemilu yang hendak 'menitipkan' orangnya.

Baca Juga

"Ada kepentingan peserta pemilu juga kan, yang kemudian pasti mereka ingin mencoba masuk untuk kemudian mempengaruhi proses pengambilan keputusan pemilihan komisioner itu," kata Fadli kepada wartawan di Jakarta, Rabu (9/11/2022).

Fadli menyebut, salah satu pihak yang akan berupaya menitipkan kandidat tertentu agar bisa menjadi komisioner adalah partai politik. Di sisi lain, akan ada pula kandidat yang melakukan lobi-lobi politik agar terpilih, termasuk dengan membujuk pihak KPU. "Ini sesuatu yang tidak bisa dinafikan," ujarnya.

Karena itu, Fadli tidak setuju dengan rencana pergantian komisioner KPU daerah serentak pada 2023. Selain rentan disusupi kepentingan politik, pergantian secara serentak itu juga akan mengganggu tahapan Pemilu 2024.

"Itu kan melelahkan dan mengganggu keseimbangan institusi penyelenggara di tengah melaksanakan tahapan Pemilu 2024. Sejauh mana KPU bisa membentengi diri? Lebih baik itu diminimalisir saja," kata Fadli.

Fadli mengusulkan, pergantian komisioner KPU daerah secara serentak sebaiknya dilakukan pada tahun 2025. Dia meyakini proses seleksinya cenderung bisa terlepas dari kepentingan politik elektoral karena pemilu sudah usai. Selain itu, proses seleksi tahun 2025 tentu tidak akan mengganggu tahapan Pemilu 2024.

Untuk diketahui, KPU RI mengusulkan agar masa jabatan komisioner KPU provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia diseragamkan mulai tahun 2023. Penyeragaman ini rencananya dilakukan dengan menggelar seleksi untuk seluruh kursi komisioner, yang jumlahnya mencapai ribuan. Usulan itu disampaikan dalam rapat konsinyering pembahasan draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) UU Pemilu.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menepis anggapan bahwa ada kepentingan politik di balik rencana penyeragaman masa jabatan komisioner KPU daerah itu. "Kalau soal apakah ini ada politisasi, saya kira tidak," ucapnya kepada wartawan, Senin (7/11/2022).

Hasyim menjelaskan, rencana tersebut bukan politisasi karena rekrutmen komisioner daerah dilakukan dengan sejumlah ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan. Pertama, proses rekrutmen dilakukan oleh tim seleksi yang dibentuk KPU.

Kedua, terdapat kriteria calon komisioner, yakni netral, bukan anggota partai politik, dan profesional. Profesionalitas calon dilihat dari kompetensi pengetahuan dan pengalamannya.

"Ketika mendaftar kan ada poin-poin penilaian, ada kredit poinnya. Jadi, saya kira apabila ada pandangan politisasi, itu berlebihan," kata Hasyim.

Hasyim menambahkan, penyeragaman masa jabatan komisioner KPU daerah ini diperlukan untuk memperlancar proses pemilu di daerah. Sebab, selama ini jabatan komisioner di tiap daerah berbeda-beda. Bahkan, ada komisioner KPU daerah yang masa jabatannya habis tepat di hari pemungutan suara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement