Jumat 04 Nov 2022 16:14 WIB

KPK Eksekusi 4 Penerima Suap Kasus Rahmat Effendi ke Lapas Sukamiskin

Keempatnya merupakan terpidana dalam perkara suap terkait pengadaan barang dan jasa. 

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berolahraga di salah satu blok di Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Sejumlah Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berolahraga di salah satu blok di Lapas Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi empat orang yang merupakan penerima suap bersama mantan Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Keempatnya merupakan terpidana dalam perkara suap terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi.

"Jaksa Eksekutor Eva Yustisiana, (3/11/) telah selesai melaksanakan eksekusi putusan Pengadilan Tipikor pada PN Bandung yang berkekuatan hukum tetap dengan terpidana Mulyadi alias Bayong dan kawan-kawan dengan cara dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Jumat (4/11/2022).

Keempat terpidana itu, yakni Lurah Jati Sari, Mulyadi alias Bayong serta Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bekasi Muhamad Bunyamin. Mereka menjalani hukuman pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dikurangi masa penahanan dan pidana denda Rp 250 juta.

Kemudian, Camat Jatisampurna Wahyudin. Dia menjalani pidana penjara selama 4 tahun dikurangi dengan masa penahanan dan pidana denda Rp 250 juta serta uang pengganti Rp 500 juta.

Terakhir, Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Luthfi Amin. Ia menjalani pidana penjara selama 5 tahun dikurangi dengan masa penahanan dan pidana denda Rp 250 juta serta uang pengganti Rp 600 juta.

Baca juga : Kesan Takjub 2 Presiden Amerika Serikat Obama dan Biden Terhadap Islam di Indonesia

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar. Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar.

Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar. Atas proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi.

Dia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan. Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.

Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin. Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.

Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi. Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.

Baca juga : Saksi Ungkap Detik-Detik Saat Mantan PM Khan akan Dibunuh

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi hukuman penjara sembilan tahun enam bulan dan denda Rp 1 miliar. Ia dinilai, terbukti melakukan tindak pidana korupsi oleh tim JPU.

Rahmat Effendi juga dituntut membayar uang pengganti dengan total nilai Rp 8 miliar lebih. Apabila tidak dapat membayar uang tersebut maka aset terdakwa disita untuk dilelang dan jika tidak mencukupi ditambah kurungan penjara dua tahun.

Selain itu, pidana tambahan, yaitu pencabutan hak politik selama lima tahun terhitung sejak menjalani pidana pokok.

Terdakwa dijerat pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 12 huruf f, pasal 12 B UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UURI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement