Rabu 02 Nov 2022 17:33 WIB

Bawaslu Klaim Bakal Awasi Ketat Menteri Nyapres

KPU diminta membuat aturan khusus terkait menteri yang maju di Pilpres 2024.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (tengah) bersama Anggota Bawaslu Totok Hariyono (kiri), Lolly Suhenti (kedua kiri), Puadi (kedua kanan) dan Deputi Bidang Dukungan Teknis Bawaslu La Bayoni (kanan) bergandeng tangan usai memberikan keterangan pers hasil pengawasan pendaftaran dan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu 2024 di Jakarta, Senin (15/8/2022). Bawaslu mendapati 275 nama penyelenggara pemilu yang masuk dalam keanggotaan dan kepengurusan partai politik.
Foto: ANTARA /Rivan Awal Lingga
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (tengah) bersama Anggota Bawaslu Totok Hariyono (kiri), Lolly Suhenti (kedua kiri), Puadi (kedua kanan) dan Deputi Bidang Dukungan Teknis Bawaslu La Bayoni (kanan) bergandeng tangan usai memberikan keterangan pers hasil pengawasan pendaftaran dan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu 2024 di Jakarta, Senin (15/8/2022). Bawaslu mendapati 275 nama penyelenggara pemilu yang masuk dalam keanggotaan dan kepengurusan partai politik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan akan mengawasi secara ketat menteri yang maju sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres) saat Pilpres 2024. Pernyataan ini merupakan respons atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan menteri nyapres tanpa harus mundur dari jabatannya.

Komisioner Bawaslu Lolly Suhenty mengatakan, pihaknya terlebih dahulu akan memetakan potensi kerawanan, baik sebelum atau setelah ada penetapan capres dan cawapres yang berkedudukan sebagai menteri. Setelah terpetakan, pihaknya akan melakukan sosialisasi dan mengimbau para menteri agar tidak melakukan penyalahgunaan kewenangan dan fasilitas negara.

Baca Juga

"Selanjutnya, dalam setiap tahapan yang melibatkan para peserta tersebut, Bawaslu akan melakukan pengawasan melekat terhadap potensi penyalahgunaan kewenangan maupun dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas negara," kata Betty kepada wartawan, Rabu (2/11/2022).

Betty menegaskan, jika dalam proses pengawasan ditemukan pelanggaran, maka Bawaslu akan menindaklanjutinya sesuai mekanisme penanganan pelanggaran administratif pemilu. Hal sama akan dilakukan pula terhadap laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan publik, sepanjang memenuhi alat bukti.

Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meminta Bawaslu betul-betul mengawasi kegiatan kampanye para menteri yang jadi capres ini. "Jangan sampai ada kampanye di luar jadwal pemilu oleh menteri," kata Ketua Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati kepada Republika.co.id, Rabu.

Ninis, sapaan akrab Khoirunnisa, juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat aturan khusus terkait menteri yang jadi kontestan Pilpres 2024 ini. KPU setidaknya mengatur larangan bagi menteri menggunakan fasilitas negara saat kampanye.

Ketentuan itu bisa dimasukkan di dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Kampanye. "KPU perlu membuat aturan yang tegas terkait potensi pemanfaatan fasilitas negara (oleh menteri). Jangan sampai digunakan untuk kampanye," kata Ninis.

Sebelumnya, MK memutuskan bahwa menteri tidak perlu lagi mengundurkan diri saat maju sebagai capres ataupun cawapres. Menteri yang hendak ikut kontestasi pilpres hanya perlu mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden.

Putusan yang dibacakan pada Senin (31/10/2022) itu merupakan jawaban atas permohonan Partai Garuda yang menguji konstitusionalitas Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu. Pasal itu mengharuskan menteri mundur dari jabatannya ketika menjadi capres atau cawapres. Adapun Partai Garuda meminta MK memutuskan bahwa ketentuan tersebut inkonstitusional.

Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, gugatan Partai Garuda ini dikabulkan sebagian karena menteri juga memiliki hak konstitusional sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih. "Terlepas pejabat negara menduduki jabatan dikarenakan sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusionalnya dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih maupun memilih tidak boleh dikurangi," ujar Arif membacakan pertimbangan hukum hakim konstitusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement