Rabu 02 Nov 2022 13:28 WIB

Hakim Agung: Penegak Hukum Masih Cocok-cocokkan Restorative Justice

Hakim Agung Suharto sebut penegak hukum masih mencocok-cocokkan restorative justice.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Korupsi. Hakim Agung Suharto sebut penegak hukum masih mencocok-cocokkan restorative justice untuk tindak pidana korupsi.
Foto: Foto : MgRol111
Ilustrasi Korupsi. Hakim Agung Suharto sebut penegak hukum masih mencocok-cocokkan restorative justice untuk tindak pidana korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, Hakim Agung : Keterbatasan Instrumen Restorative Justice Malah "Diakali" Penegak Hukum

JAKARTA -- Hakim Agung pada Mahkamah Agung (MA), Suharto mengungkapkan adanya keterbatasan dalam menerapkan konsep Restorative Justice (RJ) di Indonesia. Menurutnya, keterbatasan itu justru malah coba diakali oleh aparat penegak hukum agar tetap bisa menerapkan RJ.

Baca Juga

"Kalau kita renungkan dan amati problema kita para lembaga baik Kepolisian, Kejaksaan dan Mahkamah Agung mencoba mencocok-cocokan konsep RJ pada instrumen peraturan yang ada," kata Suharto dalam konferensi nasional keadilan restoratif pada Rabu (2/11).

Suharto mengakui penerapan RJ terkendala instrumen hukum yang belum memadai. Atas dasar itu, para aparat penegak hukum menggali konsep RJ-nya sendiri-sendiri.

"Yang jadi catatan keterbatasan instrumen-instrumen yang ada untuk laksanakan konsep RJ sehingga para aparat penegak hukum coba cocok-cocokan yang ada, artinya lagi-lagi kita mau kemana?" ujar Suharto.

Suharto memandang perbedaan pandangan mengenai RJ masih wajar terjadi. Pasalnya, belum ada satu konsep yang ajeg mengenai penerapan RJ di Tanah Air.

"Selama belum ada payung tentang undang-undang RJ, apakah nanti bentuknya apa? Maka pendefinisiannya belum clear dan belum bisa diterima oleh semua pihak,"  ucap Suharto.

Selain itu, Suharto menyampaikan selama ini pemidanaan memang lekat dengan semangat pembalasan terhadap pelaku. Namun orientasi itu berbeda dengan semangat yang tercantum dalam konsep KR.

"Barangkali RJ sebuah antitesis dengan pemidanaan, artinya dirubah kalau dulu pidana itu nestapa, penderitaan, dengan RJ tidak diorientasikan kesana," ucap Suharto.

Diketahui, aturan yang membahas soal RJ diantaranya termuat dalam Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021, Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 terkait Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Surat Keputusan Dirjen Badan Peradilan Umum MA RI No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Restorative Justice pada 22 Desember 2020.

Perkara pidana yang bisa dituntaskan dengan RJ adalah pada perkara tindak pidana ringan seperti diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 483 KUHP.  Penyelesaian dengan RJ juga bisa dilakukan pada perkara pidana anak, tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan hukum, tindak pidana narkotika, ndak pidana informasi dan transaksi elektronik, tindak pidana lalu lintas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement