Ahad 30 Oct 2022 23:47 WIB

Riset: Mayoritas Masyarakat Tolak Intervensi Asing dalam Kebijakan Nasional

Pakar hukum sebut Perpres mitigasi ancaman intervensi asing dinilai tepat

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri Gunawan Wibisana menilai menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional merupakan hal penting. Dicontohkan terbitnya Perpres No. 8/2021 mengatur tentang mitigasi ancaman non militer berupa intervensi asing dalam dimensi legislasi merupakan langkah yang tepat.
Foto: Dok Humas UI
Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri Gunawan Wibisana menilai menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional merupakan hal penting. Dicontohkan terbitnya Perpres No. 8/2021 mengatur tentang mitigasi ancaman non militer berupa intervensi asing dalam dimensi legislasi merupakan langkah yang tepat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Secara historis adanya intervensi asing semakin nyata setelah era reformasi. International Monetary Fund (IMF) mendikte sejumlah undang-undang terutama bidang ekonomi. 

Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Andri Gunawan Wibisana menilai menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional merupakan hal penting. Dicontohkan terbitnya Perpres No. 8/2021 mengatur tentang mitigasi ancaman non militer berupa intervensi asing dalam dimensi legislasi merupakan langkah yang tepat. 

Hal senada juga dikatakan oleh Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pancasila sekaligus dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia Kris Wijoyo Soepandji. Berdasarkan risetnya, sebanyak 90 persen masyarakat Indonesia menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan-kebijakan nasional.

“Survei ini dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap Pancasila yang dilakukan melalui jajak pendapat secara daring terhadap seribu responden. Dari survei ditemukan 62 persen responden menganggap pemerintah masih berpegang pada Pancasila sebagai dasar pembuatan kebijakan, terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan, 90 persen responden solid menolak adanya intervensi asing terhadap kebijakan pemerintah Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tulis, Ahad (30/10/2022).

Alih-alih diintervensi, Kris menyebut kebijakan nasional yang didasari Pancasila sejatinya masih memiliki posisi tawar yang besar dalam kancah global. Hal ini terbukti dari 98 persen responden survei yang menganggap Pancasila masih sangat relevan sebagai pedoman bernegara dalam menjalin hubungan antarnegara. 

Kris juga mengungkapkan bahaya intervensi asing bagi kestabilan global. “Bagaimana kita perlu berhati-hati, bukan mengisolir diri. Penyelesaian eksternalitas negatif setiap negara diselesaikan dengan memegang prinsip kesetaraan dan keadilan, bukan dengan cara intervensi. Dengan menghormati hal tersebut, maka kita bisa membangun kemakmuran bersama dan kesejahteraan bersama secara berkelanjutan,” ucapnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia  Agus Brotosusilo menambahkan, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Maka, seluruh produk hukum di Indonesia wajib berlandaskan Pancasila. Alpanya Pancasila dalam penyusunan kebijakan, terlebih jika kebijakan tersebut terbit karena disusupi kepentingan asing, akan berdampak pada hilangnya kedaulatan nasional serta menciptakan anomie masyarakat. 

“Kebijakan yang terbit akibat intervensi jelas akan memengaruhi kedaulatan dan kepentingan nasional. Ini akan berdampak terciptanya anomie masyarakat. Saat masyarakat kebingungan atau kehilangan norma dan nilai-nilai yang selama ini dipegang. Misalnya, berdasarkan Pancasila, sistem ekonomi kita adalah ekonomi kerakyatan. Namun ini menjadi liberal dan kapitalistik karena intervensi,” ucapnya.

Maka itu, Ketua Bidang Studi Dasar-Dasar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Fully Handayani Ridwan mengimbau para mahasiswa yang kelak akan menjadi ahli hukum, agar waspada terhadap intervensi asing agar dapat menjaga kepentingan nasional, terutama dalam hal pembentukan produk-produk hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement