Jumat 28 Oct 2022 03:00 WIB

Jokowi Kirim Surat ke Hun Sen Soal Pentingnya Bahas Konsensus Myanmar

Menlu Retno sebut, tugas itu sudah dibalas oleh PM Hun Sen.

 Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan pernyataannya saat konferensi pers usai pertemuan khusus para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di gedung kementerian luar negeri di Jakarta, 27 Oktober 2022. Sekretariat ASEAN menjamu para menteri luar negeri Asia Tenggara
Foto: EPA-EFE/MAST IRHAM
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan pernyataannya saat konferensi pers usai pertemuan khusus para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di gedung kementerian luar negeri di Jakarta, 27 Oktober 2022. Sekretariat ASEAN menjamu para menteri luar negeri Asia Tenggara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Presiden RI Joko Widodo mengirim surat kepada Perdana Menteri Kamboja Hun Sen sebagai Ketua ASEAN mengenai pentingnya para pemimpin ASEAN membahas implementasi Konsensus Lima Poin. Hal ini diperlukan untuk membantu penyelesaian krisis Myanmar.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan, surat itu, telah dibalas oleh Hun Sen yang menugaskan para menlu negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk bertemu dan menyusun rekomendasi terkait implementasi konsensus tersebut.

Baca Juga

"Saya sampaikan bahwa pertemuan ini harus menyusun rekomendasi untuk KTT bulan depan di Phnom Penh. Rekomendasi akan diformulasikan tentunya melalui chair dan akan dikonsultasikan dengan negara anggota ASEAN,? kata Retno usai pertemuan khusus menlu ASEAN di Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan bahwa dalam KTT ASEAN mendatang, para pemimpin akan mengkaji implementasi Konsensus Lima Poin yang disepakati pada KTT April tahun lalu untuk merespons krisis politik di Myanmar pascakudeta militer, karena mereka menilai tidak ada kemajuan signifikan dalam pelaksanaan konsensus itu.

Konsensus Lima Poin menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar.

Seperti negara ASEAN lainnya, Indonesia pun telah berulang kali menyuarakan kekhawatiran dan kekecewaan padamandeknya implementasi konsensus itu.

"Alih-alih ada kemajuan, situasi bahkan dikatakan memburuk. Bahasa yang dipakai oleh chair adalah 'deteriorating and worsening'. Dan ini merupakan refleksi dari apa yang disampaikan oleh para menlu ASEAN," kata Retno.

Situasi seperti ini tentunya sangat disayangkan. "Konsensus Lima Poin adalah keputusan para pemimpin ASEAN, merupakan hasil dari suatu pertemuan khusus di mana Jenderal Min Aung Hlaing juga hadir dan ditujukan untuk membantu Myanmar mengatasi krisis politiknya," ujar Retno, menambahkan.

Indonesia, kata dia, menekankan pentingnya pendekatan segera dengan semua pemangku kepentingan sesuai mandat konsensus.

Namun, pendekatan tersebut, termasuk dengan junta militer, semata-mata dilakukan untuk mengimplementasikan konsensus dan bukan merupakan pengakuan terhadap junta sebagai pemerintah Myanmar, kata Retno.

"Engagement dengan militer tidak ada kaitannya dengan masalah recognition. Kita yakin, hanya dengan engagementdengan all stakeholders, maka ASEAN akan dapat menjalankan fungsinya untuk memfasilitasi berlangsungnya dialog. Dan dialog nasional inilah yang diharapkan akan dapat membahas masa depan Myanmar," tutur Retno.

Ia menekankan bahwa masalah Myanmar hanya akan dapat diselesaikan oleh rakyat Myanmar sendiri. Oleh karena itu dialog di antara mereka menjadi sangat penting artinya. "Tugas ASEAN memfasilitasi," katanya.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement