Selasa 25 Oct 2022 16:51 WIB

G20, Indonesia Pimpin Pembangunan Kolaborasi Global

KTT G20 di Bali adalah kegiatan puncak presidensi G20 Indonesia

G20 merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia.
Foto:

Kolaborasi Jaringan Kesehatan Global

Arsitektur kesehatan global menjadi salah satu isu prioritas yang dibahas dalam Sesi Pertama Pertemuan Sherpa ke-2 Presidensi G20 Indonesia di Labuan Bajo, Senin (11/7/2022). Hal ini disebabkan masih berlangsungnya pandemi Covid-19 yang juga berdampak pada perekonomian banyak negara. Selain itu, dampak ketegangan geopolitik juga telah mempengaruhi ketahanan pangan global, karena secara tidak langsung akan menyebabkan kenaikan harga jika distribusi bahan pangan terhambat.

Pandemi Covid-19 dan konflik antarnegara (yang terkini adalah Rusia dan Ukraina) juga berdampak besar pada sektor pariwisata. Konflik berkepanjangan dapat menyebabkan hilangnya pendapatan pariwisata sekitar 14 miliar dolar AS secara global pada 2022. Menyadari tantangan yang semakin berat, Presidensi G20 Indonesia telah mendorong penguatan ketahanan kesehatan global untuk memastikan G20 akan berkontribusi pada penguatan sistem kesehatan global yang lebih inklusif dan responsif terhadap krisis.

Pada sektor kesehatan telah disampaikan sejumlah hasil bahasan mengenai inisiatif G20 pada Presidensi Indonesia yakni Financial Intermediary Fund dan Finance Health Platform sebagai sarana pendanaan agenda kesehatan global pasca krisis pandemi. Adapun dibahas mengenai pentingnya sentralitas dan kepemimpinan WHO, serta komitmen negara-negara di dunia terhadap prinsip-prinsip kesehatan yang telah ditetapkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan pembahasan kesiapsiagaan merespons pandemi ini mulai diangkat dalam Presidensi G20 di Roma Italia. Salah satunya dengan membentuk Financial Intermediary Fund (FIF) dalam rangka mendukung tata kelola kesehatan global.

Menurut Menkeu, sebagian besar negara anggota G20 memberikan dukungan kuat bahwa WHO perlu diperkuat dalam hal efektivitas, kredibilitas, serta sumber daya yang lebih memadai. Terlebih jika terkait dengan pandemi atau juga perubahan iklim, dunia dihadapkan pada kesenjangan antara isu yang perlu ditangani disandingkan dengan ketidakseimbangan tata kelola atau sumber daya masing-masing negara yang menciptakan respon berbeda.

“Khususnya dalam pandemi, kita melihat WHO sebagai tata kelola atau otoritas kesehatan global perlu dibenahi dan kemudian G20 sebagai forum utama ekonomi global memutuskan bahwa kita perlu mendukung melalui pembentukan dari FIF ini,” jelas Menkeu.

FIF telah didirikan di bawah World Bank sebagai wali amanat. Saat ini FIF telah memiliki 15 kontributor yakni 12 kontributor berasal dari anggota G20 dan 3 filantropi internasional dengan dana yang terkumpul mencapai 1,373 miliar dolar AS.

“Kami sekarang tidak membahas apakah kami membutuhkan FIF, tetapi kami berbicara tentang apa yang akan menjadi tata kelola agar kami dapat menggunakan dana 1,373 miliar dolar AS dalam hal bagaimana kami akan memperkuat respon kesiapsiagaan pandemi terutama di negara berkembang,” pungkas Menkeu.

Stabilisasi Politik Global

Konflik geopolitik yang ditandai dengan perang antara Rusia dan Ukraina kembali dibahas dalam forum G20. Kali ini, Indonesia mengungkapkan seperti apa sikapnya.

Usai melakukan pertemuan tingkat menteri dalam G20 Development Ministerial Meeting 2022 yang diadakan di Belitung, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan konflik geopolitik sedang berlangsung turut menjadi perhatian para anggota G20.

Pasalnya, hal itu telah berimplikasi negatif dan menjadi tantangan dalam agenda pembangunan masing-masing negara. Menurutnya, diperlukan langkah maju yang kolaboratif antara seluruh negara.

"Oleh karena itu, multilateralisme yang lebih inklusif dan optimal dibutuhkan dengan segera untuk menyelaraskan negara-negara tersebut dalam proses perumusan aksi kolektif," katanya.

Suharso juga mengungkapkan posisi Indonesia dalam menyikapi isu yang mencuat tersebut. Menurutnya, perlu pendekatan khusus dalam menghadapi isu yang dinilai sensitif tersebut.

Dia menuturkan Indonesia mengambil pendekatan yang tidak menyudutkan negara tersebut dan memberi ruang bagi para delegasi untuk memahami isu tersebut dengan caranya masing-masing.

"Jadi kita tidak menggunakan kata-kata yang bisa memberi pengaruh yang kurang menyenangkan bagi anggota G20 yang lainnya, tetapi juga tidak memberikan kalimat yang membuat superior yang lainnya," tuturnya.

Suharso mengeklaim cara Indonesia menjadi yang terbaik dalam menyikapi konflik geopolitik tersebut.

Sebelumnya, dalam side event forum antarmenteri pembangunan tersebut, isu perang sempat disinggung oleh Menteri Kerja Sama Pembangunan dan Kerja Sama Nordik Denmark Flemming Møller Mortensen.

Menurutnya, krisis global yang terjadi terus diperparah oleh perang di Ukraina akibat serangan Rusia ke negara tersebut. Dia pun menyebut perang tersebut tidak adil.

"Perang yang tidak adil di Ukraina telah secara dramatis meningkatkan harga energi dan makanan, mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh dunia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement